Smart Mobility, Transformasi Transportasi Jakarta

  • Oleh : Dirham

Jum'at, 25/Nov/2022 14:18 WIB
Sebagai ibu kota dengan pusat pemerintahan sekaligus ekonomi, Jakarta pernah punya beragam moda transportasi, termasuk Transjakarta di era modern. Sebagai ibu kota dengan pusat pemerintahan sekaligus ekonomi, Jakarta pernah punya beragam moda transportasi, termasuk Transjakarta di era modern.

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Sebagai pusat ekonomi dan pemerintahan, warga Jakarta memiliki mobilitas tinggi. Untuk itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kini giat mengembangkan transportasi umum dengan penerapan smart mobility.

Penerapan smart mobility melalui penggunaan transportasi umum membuat warga Jakarta dapat menghemat waktu dan tenaga selama di perjalanan menuju tujuan. Selain itu, kondisi lalu lintas yang baik juga akan menunjang kemajuan Jakarta.

Baca Juga:
Menteri BUMN Erick Thohir Bertemu Pj Gubernur Heru Budi, Bahas Kerja Sama dan Sinkronisasi Transportasi

Saat ini sudah ada beragam pilihan transportasi umum untuk warga Jakarta, mulai yang beroperasi di jalan hingga di bawah tanah. Sebelumnya, Jakarta pernah juga memiliki trem dan oplet sebagai transportasi umum warga. Berikut kisah transformasi transportasi di Jakarta.

Trem: Cikal Bakal MRT, KRL, dan LRT

Baca Juga:
Sejarah Transportasi DKI Jakarta: Dari Kuno Jadi Secanggih Singapura

Situs Jakarta Smartcity menyatakan, trem merupakan transportasi utama saat Jakarta masih bernama Batavia.

Trem merupakan kereta dengan rel khusus yang terletak di dalam kota. Trem yang dioperasikan Bataviasche Tramweg Maatschappij (BTM) ini merupakan cikal bakal layanan transportasi kereta yang sekarang digunakan di Jakarta.

Beroperasi sejak 1869, trem pertama di Batavia menggunakan tenaga kuda. Pada 1882, penggunaannya beralih ke trem uap yang mampu mempersingkat durasi perjalanan.

Adapun jalur yang ditempuh trem saat itu dimulai dari Kota Intan (sekarang Kali Besar) hingga Kampung Melayu. Namun, trem tak mampu bertahan lama seiring kehadiran angkutan umum lain seperti bus kota. Trem pun akhirnya berhenti beroperasi.

Sekarang, Jakarta punya transportasi berbasis rel lain, yakni Mass Rapid Transit (MRT), Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line, serta Light Rail Transit (LRT). Sama-sama beroperasi di atas rel, tidak memakai lokomotif, serta menggunakan listrik untuk beroperasi. Perbedaan ketiga alat transportasi itu dapat dilihat dari sumber daya listrik dan jenis rel.

Sumber daya listrik MRT dari atas kereta dengan jumlah kapasitas penumpang 1.950 penumpang. KRL juga memiliki sumber daya listrik dari atas kereta dengan kapasitas penumpang 2 ribu orang. Sementara, LRT memiliki sumber listrik aliran bawah dengan kapasitas penumpang 600 orang.

Terkait daerah operasi, KRL Commuter Line memiliki stasiun yang paling banyak, yakni 80 stasiun di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi). LRT sedang menambah 18 stasiun pemberhentian di Jabodebek, sedangkan MRT beroperasi di Jakarta dengan total 13 stasiun.

Perubahan Oplet Jadi Mikrotrans

Hadir sejak 1950-an, oplet adalah mobil penumpang berukuran kecil populer pada 1960 dan 1970-an. Nilai unggul oplet terletak pada ukuran kecil, tak harus mengangkut banyak penumpang, dan tidak terlalu menimbulkan kemacetan seperti bus.

Tak sulit untuk bertransportasi dengan oplet yang memiliki banyak armada. Trayek oplet cukup beragam, dari Jatinegara, Matraman Raya, Salemba Raya, Senen, Pasar Baru, hingga Harmoni. Bertambah menjadi Kampung Melayu-Tanah Abang, Kota-Tanjung Priok, serta Tanah Abang-Kebayoran Lama.

Dapat ditemukan di stasiun ataupun tiap sudut kota, masing-masing oplet memiliki nomor tersendiri sebagai penentu rute sesuai tujuan. Oplet baru akan jalan ketika kursi penumpang sudah penuh.

Seiring waktu oplet semakin tua dan tak lagi berfungsi maksimal. Pada 1979, Gubernur DKI Tjokropranolo mengganti oplet dengan mikrolet yang punya sistem serupa dengan angkot, tetapi dengan mesin lebih canggih.

Seperti oplet, kian hari mikrolet mengalami kemunduran, khususnya terkait ketidaknyamanan seiring perubahan transportasi menuju online. Dinas Perhubungan Provinsi DKI pun berinovasi dengan Mikrotrans. Saat ini, terdapat Mikrotrans berwarna biru, merah, dan putih yang di antaranya memiliki penyejuk ruangan.

Sebelum memasuki Mikrotrans ber-AC, penumpang perlu mengarahkan tangan ke sensor untuk membuka pintu. Tak hanya kenyamanan jok, Mikrotrans jenis ini juga menyediakan seatbelt untuk setiap penumpang, serta memiliki empat kamera CCTV di depan, area pengemudi, bagian penumpang, dan belakang.

Selain itu, terdapat panic button untuk keadaan darurat yang hanya bisa dibuka tutup oleh pengemudi. Ada juga pemadam api, pemecah kaca untuk kondisi darurat, serta air purifier. Dekat pintu masuk penumpang, terdapat LED TV yang menampilkan beragam informasi, seperti jam dan tujuan Mikrotrans.

Di sebelahnya, ada pula mesin tap on untuk pembayaran Mikrotrans menggunakan kartu JakLingko atau kartu elektronik lain. Sementara di bagian luar, ada LED running text yang memuat rute perjalanan.

Guna mempermudah pengguna transportasi umum, Dishub DKI turut mengintegrasikan Mikrotrans dengan JakLingko. Penumpang tak hanya bisa gratis naik Mikrotrans jika melakukan tap kartu JakLingko, tetapi juga akan mendapatkan berbagai informasi terbaru.

Metromini dan Kopaja Bertransformasi Jadi TransJakarta
Untuk moda transportasi umum berbasis bus, Jakarta pernah memiliki Metromini dan Kopaja. Sejarah dimulai saat pemerintah memesan bus Robur dari Jerman Timur sebagai moda transportasi ASEAN Games 1962 dan Games of the New Emerging Forces (GANEFO) 1963.

Pada 1976, kepemilikannya diambil oleh pemerintah dan dikelola PT Metromini bersamaan dengan Kopaja. Dengan kapasitas besar, Metromini dan Kopaja pun menjadi penguasa jalanan ibu kota pada 1990-an.

Lalu, terjadi permasalahan perusahaan yang menempatkan Metromini dan Kopaja berada di ujung tanduk. Armada tak lagi aman dan layak pakai sehingga hak operasi 1.603 Metromini dicabut pada 2015, berlanjut ke seluruh Metromini dan Kopaja pada 2019.

Transportasi berbasis bus kota yang diminati warga selepas 'suntik mati' Metromini dan Kopaja adalah Transjakarta. Moda ini tak memiliki citra kendaraan umum yang panas serta ugal-ugalan seperti pada Metromini atau Kopaja. Tak hanya dilengkapi AC, penumpang juga dapat membayar dengan kartu elektronik melalui mesin tap on di dalam bus.

Transjakarta sendiri merupakan sistem transportasi Bus Rapid Transit (BRT) pertama di Asia Tenggara dan Asia Selatan yang memiliki jalur lintasan terpanjang di dunia. Sejak beroperasi pada 1 Februari 2004, sejumlah inovasi telah dilakukan seperti pembukaan koridor baru maupun penambahan armada.

Salah satunya peluncuran 116 armada bus baru pada 2017, dilanjutkan kehadiran 300 unit bus low entry yang berlantai rendah, sehingga ramah terhadap difabel. Di tahun yang sama, Transjakarta menghadirkan Transjakarta Cares yang dapat digunakan penyandang disabilitas secara gratis.

Tak jarang, Transjakarta mengadakan site visit dengan beragam peserta, mulai lansia dari panti jompo hingga RPTRA. Salah satu inovasi terbaru Transjakarta adalah pengoperasian bus listrik.

Pada Maret 2022 Gubernur Anies Baswedan meresmikan 30 bus listrik Transjakarta dari target 100 bus listrik pada akhir 2022 demi mendukung upaya zero emission per 2030.

Hingga kini PT Transjakarta tercatat memiliki 1.347 unit bus, terdiri dari bus tunggal dan gandeng/tingkat. Rinciannya Bus Gandeng Zhongtong, Bus Gandeng Scania, Bus Gandeng Yutong, Bus Hino, Bus Mercedez-Benz, Bus Tingkat Bus Coach International (BCI), Bus Tingkat MAN, dan Bus Tingkat Mercedez-Benz.

Pemprov DKI melalui Dinas Perhubungan menyatakan akan terus memberi layanan transportasi yang tak hanya aksesibel dan murah, tetapi juga ramah lingkungan sebagai bagian implementasi kota cerdas. (ds/sumber CNNIndonesia.com)