Oleh : Ahmad
JAKARTA (BeritaTrans.com) - Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemenaker RI) menanggapi soal permasalahan antara Serikat Pekerja (SP) dengan Manajemen TPK Koja yang belum ada arah penyelesaian secara komperehensif, diminta pihak berselisih melakukan dialog duduk bersama dengan melaksanakan pertemuan internal secara konstruktif.
Hal itu ditegaskan Direktur Kelembagaan dan Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial Kementerian Tenaga Kerja, Heru Widianto ketika mengunjungi Gedung Workshop TPK Koja, usai mengikuti acara peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day yang juga dihadiri Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jamsostek Kemenaker RI, Indah Anggoro Putri di Kawasan Cilincing Jakarta Utara, Senin (1/5/2023).
Sementara Ketua Umum SP TPK Koja, Farudi dalam penjelasannya mengatakan, berdasarkan upaya secara dialogis kontruktif oleh pihak SP-TPK Koja untuk menyelesaikan permasalahan dengan mengedepankan pada keberlanjutan usaha dan kesejahteraan pekerja namun pada perkembangannya permasalahan yang terjadi di KSO TPK Koja dan Para Pekerja (sopir dan buruh angkutan) di Lingkungan Pelabuhan, di mana hal ini telah menjadi perhatian bersama, semakin memburuk dan tidak pada arah penyelesaian yang komperehensif.
Baca Juga:
Serikat Karyawan PT Angkasa Pura II: Tunda Penggabungan Usaha!
Dari pihak Manajemen TPK Koja sepertinya justru memutarbalikan fakta dan opini yang semakin memperkeruh suasana, baik di internal maupun eksternal (media massa dan lain-lain). Hal ini menegaskan kembali tidak adanya itikad baik, miss manajemen atau ketidakcakapan dalam mengelola manajemen perusahaan.
“Manajemen tidak mampu membangun harmonisasi dengan para pekerja sebagai human capital, tidak mampu membangun sinergisitas dengan serikat pekerja sebagai rekan bisnis,” ungkap Farudi saat ditemui BeritaTrans.com, di Pelabuhan Tanjung Priok.
Secara faktual, lanjut Farudi, pihak SP TPK Koja memiliki data objektif dan nyata telah terjadi beberapa pelanggaran yang berdampak struktural dan sistemik.
“KSO TPK KOJA tidak memahami filosofi dan maksud pemenuhan hak-hak normatif para Pekerja secara komperehensif didalam PKB (Perjanjian Kerja Bersama), yang intinya adalah hak yang bersifat asasi dari para Pekerja. Semua berpotensi adanya pelanggaran dalam pelaksanaan hak asasi manusia,” pungkasnya.
"Perlu sinergisitas dan upaya kolaboratif dari seluruh pihak untuk memastikan permasalahan ini mendapatkan ruang solusi. Pertama, dalam konteks internal perlu dikedepankan Social Dialog, baik secara formal melalui Lembaga Kerjasama Bipartit atau informal sebagai cara membangun komunikasi dan saling percaya dan pengertian dari seluruh pemangku kepentingan, keterlibatan Organisasi Pekerja sebagai strategic partner dalam menentukan arah BUMN di Lingkungan Pelabuhan ke depannya, menutup ruang ego dan menghormati masukan dan arahan dari instansi yang berwenang sebagai pertimbangan, dan yang tidak kalah pentingnya juga adalah menjaga stabilitas dan kondusifitas di BUMN di Lingkungan Pelabuhan. Kedua, dalam konteks eksternal perlu mendorong peran aktif instansi terkait dan berwenang, diantaranya Kementrian Ketenagakerjaan, Kementrian BUMN, serta DPR RI (Komisi VI dan IX), soliditas dari afiliasi Organisasi Pekerja dan keterlibatan Publik dan masyarakat sipil untuk mengawal penyelesaian permasalahan ini secara cepat dan segera," tutup Farudi.(ahmad)