Oleh : Naomy
BALI (BeritaTrans.com) – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perhubungan Cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut kembali menjadi tuan rumah gelaran Pertemuan Co-operation Forum ke-15, di Nusa Dua Bali Senin (21/10) sampai Selasa (22/10/2024).
Co-operation Forum (CF) adalah pertemuan tahunan di bawah kerangka Cooperative Mechanism yang dilakukan secara bergiliran oleh tiga negara pantai (Indonesia, Malaysia, Singapura) secara urutan alfabetikal.
Baca Juga:
Dukung Asta Cita, di Rakornis Kenavigasian Kemenhub Tetapkan Prioritas Strategis
CF memegang peranan penting karena merupakan forum pertemuan pejabat setingkat eselon I/ high level (administrasi maritim) dari 3 negara pantai dan negara pengguna selat, asosiasi serta organisasi internasional.
Tujuan pertemuan itu adalah untuk meningkatkan dialog dan diskusi mengenai isu-isu yang berkembang di bidang keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim di Selat Malaka dan Singapura.
Baca Juga:
Kemenhub Segera Tetapkan Alur Pelayaran dan Zona Labuh Pelabuhan Ciwandan
“Selat Malaka dan Selat Singapura adalah salah satu dari jalur pelayaran yang sangat penting dan strategis karena dilalui oleh sekitar 35% kapal internasional yang mengangkut sepertiga dari komoditas perdagangan global, sehingga membuat kedua Selat ini menjadi urat nadi yang menghubungkan perekonomian wilayah tersebut ke seluruh dunia," ujar Menteri Perhubungan dalam sambutannya yang dibacakan Direktur Kenavigasian Capt. Budi Mantoro.
Capt. Budi menyampaikan, volume lalu lintas yang melewati kedua Selat tersebut terus meningkat setiap tahunnya, mencapai 130.000 kapal per tahun.
World Economic Forum bahkan memperkirakan Selat Malaka akan melewati kapasitasnya pada akhir dekade ini karena pesatnya pertumbuhan lalu lintas pelayaran di Selat tersebut.
Baca Juga:
Rencana Penetapan Alur Pelayaran Masuk Pelabuhan Pulau Teor Maluku Dibahas
“Belum lagi banyaknya kemacetan dan kecelakaan yang terjadi di kedua Selat tersebut bisa mengakibatkan gangguan dan hambatan bagi rantai pasokan global,” ujarnya.
Menurutnya, apa yang terjadi di kedua Selat tersebut berdampak tidak hanya kepada tiga negara Pantai, namun juga terhadap perdagangan regional dan lebih lanjut ke perekonomian global.
Oleh karena itulah, Cooperative Mechanism ini dibentuk, yakni untuk menjalin dialog, pertukaran informasi dan berbagi prespektif tentang isu-isu penting yang berkaitan dengan Selat Malaka dan Selat Singapura.
Keselamatan pelayaran dan perlindungan lungkungan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura menjadi perhatian utama dari komunitas maritim internasional, khususnya Negara Pantai.
Oleh karenanya, dengan dukungan dari International Maritime Organization (IMO), pada tahun 2007 tiga Negara Pantai membentuk Cooperative Mechanism sebagai wadah untuk mendiskusikan dan bertukar pandangan terkait isu yang menjadi perhatian bersama di kedua Selat.
“Hari ini, menandai 15 tahun Cooperative Mechanism melayani sebagai kerangka kerja yang praktis dan efektif untuk kerjasama internasional antara Negara Pantai, Negara Pengguna, pengguna selat dan stakeholder lain di Selat Malaka dan Selat Singapura. Saya senang sekali melihat forum ini telah membuat begitu banyak kemajuan yang konkret dan banyak proyek yang telah diselesaikan,” bebernya.
Capt. Budi menegaskan, sebagai Anggota Dewan IMO, Indonesia memprioritaskan kerja sama dengan seluruh negara anggota untuk memperkuat keselamatan dan keamanan pelayaran internasional.
Pihaknya juga selalu berpegangan pada Konvensi dan Instrumen IMO dalam menentukan kebijakan dan peraturan di perairan Indonesia, khususnya yang berada di wilayah Selat Malaka dan Selat Singapura.
Pada pertemuan tersebut, dia mengungkapkan, dalam rangka meningkatkan peran sertanya dalam komunikasi dan meningkatkan keselamatan pelayaran, Indonesia telah membentuk mekanisme Maritime Safety Information (MSI).
Gunanya untuk memenuhi kebutuhan penyampaian informasi mengenai navigasi dan keselamatan pelayaran, yang berbasis pada mekanisme sistem penyiaran dan optimalisasi e-navigasi melalui sistem aplikasi terpadu yang dikelola oleh Maritime Coordination Centre (MCC).
“Mekanisme ini didukung oleh penerapan sistem pelaporan kapal/Ship Reporting System (SRS) di Perairan Indonesia, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan nasional dan internasional, untuk meningkatkan efisiensi navigasi, keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim,” ujarnya.
Selain itu, Indonesia juga telah berhasil meningkatkan fungsi dan kapasitas sarana prasarana pelalatan navigasi seperti GMDSS, AIS, VTS, dan Aids to Navigation serta sistem pengaturan rute kapal yang ditetapkan pada wilayah penting dan kritis di perairan Indonesia guna menjamin keselamatan navigasi, keamanan maritim, dan pelindungan lingkungan laut sebagaimana diatur dalam peraturan IMO.
Lebih lanjut, pada pertemuan tersebut, Capt. Budi juga menyampaikan keberhasilan Indonesia dalam menetapkan Kepulauan Nusa Penida dan Gili Matra sebagai Particularly Sensitive Sea Area (PSSA), yang telah disetujui pada Sidang Marine Environmental Protection Committee (MEPC) ke-82 pada awal bulan Oktober 2024.
PSSA tersebut, ada di dalam Traffic Separation Scheme (TSS) Selat Lombok, yang berfungsi sebagai Associated Protective Measures-nya.
Dengan ditetapkannya Pulau Nusa Penida dan Gili Matra sebagai PSSA, Indonesia menjadi negara ke-19 yang menetapkan PSSA dan negara Asia kedua setelah Filipina yang memiliki PSSA yang ditetapkan oleh IMO.
"Kita berharap juga hal ini dapat membuka peluang penetapan PSSA di wilayah-wilayah lain di Indonesia yang juga memiliki kekayaan keanekaragaman hayati, kondisi ekologi, dan sosial-ekonomi yang sama, serta rentan terhadap dampak kegiatan pelayaran internasional,” imbuhnya.
Selain itu, dia juga menyampaikan upaya Pemerintah Indonesia yang telah memulai penggunaan biodiesel kelapa sawit untuk bahan bakar kapal pada tingkat pencampuran 35%-vol untuk mendorong dekarbonisasi pelayaran.
“Tindakan nyata ini sejalan dengan strategi IMO 2023 tentang Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dari Kapal dan juga telah diajukan pada pertemuan MEPC ke-82,” ulas Capt Budi.
Selanjutnya, sebagai Ketua Sektretariat Aids to Navigation Fund (ANF) Periode 2022-2024, pada pertemuan tersebut, Capt. Budi menyampaikan rasa terima kasih Indonesia kepada IMO, IALA, serta negara pengguna dan pemangku kepentingan terkait atas perannya dalam mewujudkan keselamatan navigasi dan perlindungan lingkungan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura.
“Terima kasih atas komitmen dan pengalaman bersamanya di bawah kerangka kerja sama ini. Selain itu kami ucapkan juga terima kasih kepada Malacca Strait Council (MSC) Jepang yang telah menjalin hubungan yang kuat dengan Negara Pantai selama 60 tahun. Kami berharap MSC akan terus berpartisipasi dalam kegiatan dan kerja sama dengan negara Pantai di masa mendatang,” ucapnya.
Sebagai informasi, pertemuan Co-operation Forum (CF) dilanjutkan dengan 2 pertemuan lainnya, yaitu Tripartite Technical Expert Working Group (TTEG) dan Project Coordination Committee (PCC) yang dihadiri oleh pejabat setingkat eselon II dari masing-masing negara pantai, untuk membahas usulan dan implementasi terhadap proyek-proyek yang telah disampaikan dan disetujui pada pertemuan Co-operation Forum.
Adapun Cooperative Mechanism dibentuk oleh tiga negara pantai (Indonesia, Malaysia, Singapura) dengan dukungan dari Organisasi Maritim Internasional (IMO), berdasarkan kesepakatan pertemuan menteri di Batam tahun 2005, Jakarta Statement ‘2005 (Senior Officer Meeting), Kuala Lumpur Statement ‘2006, serta Singapore Statement ‘2007.
Tujuannya adalah untuk mengaplikasikan Article 43 UNCLOS 1982, yang tujuannya mendorong peran serta negara pengguna dan pemangku kepentingan lainnya dalam peningkatan keselamatan dan perlindungan lingkungan di Selat Malaka dan Selat Singapura.
Cooperative Mechanism memiliki tiga komponen, yaitu Cooperation Forum (CF), yang bertujuan untuk meningkatkan dialog dan diskusi mengenai isu-isu yang berkaitan dengan kepentingan di Selat Malaka dan Singapura, serta untuk mengidentifikasi dan menyusun prioritas proyek dalam rangka peningkatan keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan di Selat Malaka dan Singapura.
Selanjutnya Project Coordination Committee (PCC) yaitu Komponen Coperative Mechanism yang bertujuan untuk mengkoordinasikan implementasi berbagai kegiatan proyek yang dilaksanakan dalam kerangka Coperative Mechanism.
Terakhir ada Aids to Navigation Fund (ANF) yakni Komponen Cooperative Mechanism yang bertujuan untuk menghimpun kontribusi dari negara-negara pengguna dan pemangku kepentingan dalam mengelola dan memelihara Sarana Bantu Navigasi Pelayaran di selat Malaka dan Singapura.
Pertemuan-pertemuan ini dihadiri oleh delegasi-delegasi yang berasal dari tiga negara pantai, Indonesia, Malaysia dan Singapura, negara-negara pengguna, organisasi antarpemerintah, serta organisasi nonpemerintah.
Adapun pada pertemuan CF ke-15 ini, Delegasi Indonesia diketuai oleh Direktur Kenavigasian Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Capt. Budi Mantoro.
Sedangkan Delegasi Malaysia diketuai oleh Deputy Director General of Marine, Marine Department Malaysia, Capt. Abdul Samad Shaik Osman. Dan Delegasi Singapura diketuai oleh Senior Advisor/Chief Marine Officer, MPA, Singapore, Capt. M Segar. Bertindak sebagai Chair pada pertemuan tersebut adalah Kepala Distrik Navigasi Tanjung Priok, Dr. Capt. Mugen S. Sartoto.
Pada pertemuan ini, delegasi Indonesia menyampaikan beberapa paparan antara lain terkait Review Implementasi TSS Selat Sunda dan Selat Lombok, Implementasi Program Biodiesel Indonesia untuk mencapai Zero Emission dengan Biofuel.
Selanjutnya update terkait Penetapan PSSA Selat Lombok, updates terkait Pertemuan ANF Committee Meeting ke-29 dan ke-30, serta update terkait proyek di bawah kerangka PCC yang sedang berlangsung, yakni Penggantian dan Pemeliharaan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran di Selat Malaka dan Selat Singapura.
Turut hadir pada pertemun tersebut, Woman in Maritime Indonesia (WIMA INA), yang berkesempatan untuk memaparkan presentasi terkait Women and Maritime Initiatives on Environmental Preservation dan Sharing on Decarbonization and Digitalization.
Hadir pula perwakilan dari Pemerintah Daerah Provinsi Bali, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Provinsi Bali, I Wayan Serinah, yang mewakili Pj Gubernur Bali menyampaikan selamat datang kepada seluruh delegasi. (omy)