Oleh : Naomy
JAKARTA (BeritaTrans.com) - Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) menyampaikan apresiasi atas upaya pemerintah, melalui Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kementerian Perhubungan, dalam memberikan kemudahan bagi masyarakat, khususnya para pemudik selama periode Angkutan Laut Lebaran 2025.
Namun, setelah mempertimbangkan kondisi industri pelayaran penyeberangan saat ini, Gapasdap perlu menyampaikan keberatan atas permintaan pemberian diskon tarif.
Baca Juga:
Gapasdap Harap Penyesuaian Tarif Penyeberangan yang Ditunda Segera Diberlakukan
Ketua Umum Gapasdap, Khoiri Soetomo, menyoroti beberapa faktor utama yang melatarbelakangi keberatan tersebut.
"Pertama, tarif yang Berlaku Masih Jauh di Bawah Harga Pokok Produksi (HPP). Berdasarkan perhitungan yang dilakukan secara bersama-sama antara Kementerian Perhubungan, PT ASDP, Asosiasi Gapasdap, Asuransi Jasa Raharja dan Jasa Raharja Putra, Perwakilan Konsumen, serta diketahui oleh Kemenko Marvest pada tahun 2019, tarif yang berlaku saat ini masih kurang sebesar 31,81% dari HPP," urai Khoiri, Rabu (12/3/2025).
Baca Juga:
Gapasdap Respon Positif Penyesuaian Tarif Angkutan Penyeberangan
Perhitungan tersebut dilakukan dengan asumsi nilai tukar USD masih di bawah Rp14.000, sedangkan saat ini nilai tukar USD telah mencapai Rp16.600.
Kenaikan tersebut berdampak signifikan pada biaya operasional, terutama untuk pembelian suku cadang dan perawatan kapal yang sebagian besar diimpor.
Baca Juga:
INFA dan Gapasdap Optimistis Ketok Palu Kenaikan Tarif Penyeberangan Pekan ini
Saat ini, kenaikan berbagai komponen biaya operasional sangat tinggi, mulai dari bahan bakar, docking, hingga pemeliharaan kapal, sehingga semakin membebani operator penyeberangan.
Kedua, Penundaan Pemberlakuan Kenaikan Tarif yang Belum Jelas. Pada 1 November 2024, pemerintah sebenarnya telah menetapkan kenaikan tarif angkutan penyeberangan sebesar 5% melalui KM 131 Tahun 2024 tertanggal 18 Oktober 2024.
Namun, kenaikan tersebut ditunda hingga batas waktu yang tidak ditentukan melalui surat dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Hingga saat ini, tarif baru tersebut belum berlaku, yang semakin memperberat kondisi keuangan para operator.
Ketiga, ketimpangan perlakuan insentif dibandingkan moda transportasi lain. Dibandingkan dengan moda transportasi udara yang telah mendapatkan berbagai insentif dari pemerintah, seperti penghapusan airport tax, landing fee, serta pemotongan pajak untuk avtur, sektor angkutan penyeberangan belum pernah mendapatkan insentif serupa.
Khoiri menjelaskan, perlu diingat bahwa angkutan penyeberangan memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai sarana transportasi dan infrastruktur penghubung bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.
"Oleh karena itu, Gapasdap memohon agar pemerintah mempertimbangkan pemberian insentif yang sepadan untuk sektor ini," ujarnya.
Meskipun demikian, pihaknya menegaskan jika tujuan utama dari insentif tersebut bukan untuk menurunkan tarif, melainkan sebagai kompensasi atas penundaan pemberlakuan kenaikan tarif yang hingga kini belum terealisasi.
Insentif ini sangat dibutuhkan guna mempertahankan keberlangsungan pelayanan, terutama dalam menjaga aspek keselamatan pelayaran.
Sebagai organisasi yang menaungi operator kapal penyeberangan, Gapasdap memahami pentingnya mendukung kelancaran arus mudik Lebaran.
Namun, Katanya, Gapasdap juga bertanggungjawab untuk memastikan layanan angkutan laut tetap berjalan secara berkelanjutan, aman, dan memadai.
“Oleh karena itu, kami memohon agar permintaan diskon tarif ini dapat ditinjau kembali dengan mempertimbangkan kondisi riil di lapangan. Kami siap berdiskusi lebih lanjut guna mencari solusi terbaik yang dapat menjaga keseimbangan antara kepentingan masyarakat dan keberlangsungan industri pelayaran penyeberangan,” tutupnya. (omy)