INACA: Dampak Keterbatasan Jumlah Pesawat, Target Penumpang Tahun 2023 Tidak Tercapai

  • Oleh : Naomy

Selasa, 19/Des/2023 17:57 WIB
Penerbangan nasional Penerbangan nasional


JAKARTA (BeritaTrans.com) - Dampak keterbatasan jumlah pesawat udara, target penumpang di periode tahun 2023 dinilai tidak tercapai sesuai target. 

Ya, pada tahun ini, bisnis penerbangan nasional masih mengalami kendala dan belum bisa mencapai target yang ditetapkan. 

Baca Juga:
INACA Apresiasi Pengurangan Jumlah Bandara Internasional

Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) memperkirakan jumlah total pergerakan penumpang pesawat domestik tahun 2023 ini adalah sekitar 70,8 juta penumpang, terdiri dari 66,8 juta pergerakan penumpang  reguler ditambah 4 juta perkiraan jumlah pergerakan penumpang Natal dan Tahun baru (Nataru) 2023/2024. 

Jumlah ini memang sudah melebihi pergerakan penumpang domestik tahun 2022 yaitu 56,4 juta pergerakan penumpang, namun masih di bawah target tahun 2023 yang dicanangkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan yaitu sebanyak 74,7 juta pergerakan penumpang.

Baca Juga:
INACA: Iuran Pariwisata jadi Beban Tambahan Penumpang dan Maskapai Penerbangan

"Jika dibandingkan dengan tahun 2019 atau sebelum pandemi di mana jumlah pergerakan penumpang domestik mencapai 79,5 juta pergerakan maka rate recovery-nya adalah 89%," ujar Sekjen INACA, Bayu Sutanto di Jakarta, Selasa (19/12/2023). 

Tidak tercapainya target jumlah pergerakan penumpang di tahun 2023 ini menurutnua, dampak beberapa kendala yang masih dihadapi oleh industri penerbangan tanah air.

Baca Juga:
Tiket Penerbangan Internasional Akan Naik 5 Persen?

Pertama kendala jumlah pesawat yang dioperasikan oleh maskapai nasional sehingga berakibat pada berkurangnya jumlah kapasitas kursi yang disediakan oleh maskapai untuk penerbangan domestik.  

Pada tahun 2019, jumlah pesawat yang beroperasi sekitar 650 unit dan pasca pandemi jumlah pesawatnya menyusut menjadi sekitar 450 unit. 

"Jumlah kapasitas kursi yang dapat disediakan pada tahun 2019 mencapai 141,3 juta kursi sedangkan tahun 2023 sampai dengan Oktober 67 juta kursi dengan tingkat keterisian pesawat 76%," urainya. 

Berkurangnya jumlah armada ini dikarenakan beberapa hal yaitu kondisi supply chain bahan baku dan spareparts pesawat yang terganggu dengan bergejolaknya geopolitik di dunia seperti krisis Rusia-Ukraina dan Palestina-Israel. 

Stok spareparts pesawat di pasar internasional menipis, sehingga untuk mendapatkannya maskapai harus memberi uang panjar atau membayar lunas di depan.

Selain itu juga masih adanya beberapa aturan larangan dan pembatasan (Lartas) importasi spareparts pesawat dari pemerintah sehingga mengakibatkan proses impor spareparts pesawat memakan waktu lama dengan biaya yang relatif besar, di mana hal tersebut tidak dilakukan di negara-negara lain.

Kedua, kendala finansial maskapai penerbangan yang terganggu akibat pandemi Covid-19. Pada saat pandemi, jumlah penumpang pesawat menurun hingga 60% sehingga pendapatan maskapai juga menurun. 

"Namun di sisi lain biaya-biaya yang tetap harus dikeluarkan maskapai masih sangat  besar  yaitu untuk bayar sewa pesawat, biaya perawatan dan perbaikan pesawat serta biaya pengelolaan SDM dan yang lainnya," imbuh dia.

Selain itu, kata Bayu, finansial maskapai penerbangan juga terganggu karena tarif yang ditetapkan pemerintah sejak tahun 2019 sampai saat ini belum dilakukan revisi. 

Padahal, komponen untuk penyusunan tarif tersebut saat ini sudah berubah seperti harga avtur yang sudah naik serta semakin lebarnya perbedaan kurs mata uang rupiah dan dollar AS, di mana untuk membayar sewa pesawat, membeli sparepart dan kegiatan lainnya menggunakan dollar AS sedangkan pendapatan maskapai dari rupiah.

Kendala-kendala tersebut selain mengakibatkan jumlah pesawat dan jumlah kursi yang disediakan maskapai berkurang, juga mengakibatkan konektivitas penerbangan ke beberapa daerah terganggu karena maskapai memilih terbang ke rute-rute yang menguntungkan saja.

"Untuk itu INACA sebagai asosiasi maskapai penerbangan nasional, mengajak semua pemangku kepentingan baik di operator, regulator (kementerian dan lembaga) maupun masyarakat (penumpang) untuk bersama-sama mengatasi kendala-kendala yang terjadi dalam bisnis penerbangan nasional," imbuhnya. 

Dengan demikian, nantinya konektivitas transportasi udara membaik dan penerbangan sebagai tulang punggung transportasi di Indonesia dapat mempercepat pertumbuhan perekonomian nasional. (omy)