Syukur, Garuda Lolos dari Kepailitan

  • Oleh : Redaksi

Sabtu, 18/Jun/2022 15:17 WIB
Moch S Hendroprijono Moch S Hendroprijono


Oleh: Moch S Hendrowijono

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Lolosnya Garuda Indonesia dari jeratan pailit patut disyukuri, flag carrier kebanggaan kita itu dipastikan akan selalu ada di langit Nusantara, dan dunia. 

Baca Juga:
Garuda Indonesia Group Terbangkan 80.243 Penumpang di Puncak Arus Balik

Proses pengambilan keputusan (voting) homologasi (proposal perdamaian) di sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, disetujui sebanyak 347 kreditur (95,07%) dan hanya 15 kreditur (4,11%) yang menolak.

Ini peristiwa langka, terutama karena tawaran perdamaian yang diajukan manajemen Garuda bisa diterima akal. Apalagi semua kreditur – umumnya pemberi sewa (lessor) – menemui hal sama, ketidakmampuan perusahaan membayar kewajiban mereka, di semua perusahaan penerbangan di luar negeri.

Baca Juga:
Garuda Resmi Layani Rute Penerbangan Jakarta-Doha PP

Masih panjang untuk bisa menegakkan kembali bisnis penerbangan di mana pun, setelah masa pandemi yang meyerang secara global sejak tahun 2020 yang melumpuhkan ekonomi dunia dan membuat masyarakat menjalani kenormalan baru. 

Jalan yang akan ditempuh Garuda Indonesia pun masih terjal dengan berbagai halangan dan komitmen berat yang menghadang.

Baca Juga:
Garuda Indonesia Group Terbangkan 82 Ribu Penumpang di Puncak Arus Angleb

Namun rencana bisnis yang diajukan Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra sudah disetujui kreditor, pemerintah juga siap mengucurkan PMN (penyertaan modal negara) sebesar Rp7, 5 triliun. 

Besarnya PMN itu akan menaikkan jumlah saham Pemerintah Indonesia di Garuda dari 60,54% menjadi 65%, yang dengan cara penerbitan saham (right issue) dan penggalangan dana, saham Pemerintah RI akan menjadi 51%.

Rencana bisnis yang disetujui mayoritas kreditur itu berbunyi, pertama, pembayaran kewajiban usaha melalui kas operasional, kedua, konversi utang melalui ekuitas. Ketiga, restrukturisasi baik dalam bentuk penerbitan surat utang baru maupun ekuitas.

Detil mekanisme pembayaran utang kepada kreditur terbagi  dalam beberapa klasifikasi. Pertama,  yang bernominal di bawah Rp 255 juta akan dilunasi dengan dana dari kas perusahaan. Kedua, kreditur di atas jumlah itu, para pemegang sukuk dan lessor, akan memperoleh kupon utang baru sebesar 825 juta dolar AS dan saham senilai 330 juta dollar AS.

Untuk kreditur perbankan – yang ketiga – dan BUMN, baik yang berbentuk utang maupun pinjaman, akan diperpanjang tenornya menjadi selama 22 tahun dengan bunga 0,1% per tahun. 

“Garuda akan menguntungkan secara konsisten, dan kepercayaan kreditur tidak akan kami sia-siakan,” kata Irfan kepada media, Jumat (17/6/2022).

Solid dan soliter

Sejatinya, sejak sebelum pandemi pun, Garuda sudah mengalami kerugian dan tata kelola perusahaannya tidak menggambarkan sebagai perusahaan yang sehat. Berbagai “skandal” yang mulai terungkap sedikit demi sedikit, korupsi dan terutama dalam pembayaran biaya sewa pesawat, mulai terkuak, yang selama ini membuat Garuda menerima beban keuangan dan kerugian yang sangat berat.

Catatan menyebutkan, Garuda yang meraih penjualan seat meningkat sejak 2013, mulai terjun bebas pada 2019, dari perolehan 25 juta penumpang pada 2013, menjadi 38,4 juta pada 2018, anjlok jadi 31,9 juta pada 2019, 10,8 juta pada 2020 dan 7,6 juta pada 2021. 

Pendapatan naik sampai puncaknya pada 2019 sebesar 4,5 miliar dollar AS tetapi jatuh hingga tinggal 939 juta dollar AS pada triwulan 3 tahun 2021. 

Labanya sempat mencapai hampir tujuh juta dollar AS pada 2019 tetapi berbalik rugi pada 2020 sebesar 1 miliar dollar AS dan 1,6 miliar dollar AS triwulan 3 tahun 2021. 

Hingga saat ini jumlah utang Garuda mencapai 9,8 miliar dollar atau sebesar Rp144 triliun, dengan ekuitas yang terus menurun hingga tinggal 33 miliar dollar AS atau Rp44 triliun.

Homologasi yang berhasil ini membawa kecerahan pada BUMN andalan – dalam soal prestis – itu. Irfan diharapkan akan mampu membawa perusahaan ke arah yang benar, dengan prinsip good governance. 

Apalagi pemerintah menurunkan pemancing, pemanis, senilai Rp7,5 triliun, yang diharapkan dapat memancing dana dari pasar modal melalui penerbitan saham. 

Mestinya hal itu bisa membuat Garuda meraih kepercayaan publik, penumpang maupun investor.

Dari sisi pemerintah pun, harus ada upaya untuk tidak merecoki perusahaan seperti selama ini terjadi dengan menjadikannya cash cow, dan mulai membiarkannya tumbuh dengan sehat. 

Mungkin paling dominan adalah membuat terang, transparan, semua proses pembelian dan penyewaan pesawat, dari pemilihan pabrik dan jenis pesawat, negosiasi dan harga sewa yang tercapai.

Dan, biarkan Irfan Setiaputra memilih pembantunya dari kalangan orang-orang yang ia percaya mumpuni, tidak hanya menerima paket “kucing dalam karung” dari kementerian yang berkaitan. Kerja sama tim yang solid, jauh lebih bagus dibanding mengumpulkan orang-orang pintar tetapi soliter. 

Moch S Hendrowijono, pemerhati masalah transportasi, mantan editor Harian Kompas