Kenaikan Tarif Tol Dinilai Bakal Datangkan Inflasi, Ekonom: Baiknya Ditunda

  • Oleh : Redaksi

Minggu, 25/Feb/2024 16:00 WIB
Pintu gerbang Tol. (Istimewa) Pintu gerbang Tol. (Istimewa)

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Kepala Center for of Macroeconomics and Finance INDEF Rizal Taufikurahman mengatakan kenaikan tarif tol akan memicu peningkatan biaya transportasi, khususnya transportasi darat. 

Beberapa ruas jalan tol tarifnya naik per 21 Februari 2024, sejalan dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). 

Jalan tol yang terkena kenaikan tarif meliputi Tol Jakarta-Cikampek, Jalan Layang MBZ, dan Tol Serpong-Cinere.

“Artinya, semakin mahal ongkos per barang maupun jasa,” ujar Rizal kepada Tempo, pada Ahad, 25 Februari 2024.

Kondisi ini, menurut Rizal, akan berpotensi meningkatkan harga barang dan jasa. Meningkatnya harga produk dan jasa akan meyebabkan inflasi. Inflasi selanjutnya dapat menyebabkan penurunan daya beli masyarakat, terutama konsumsi rumah tangga, yang selama ini menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi.

“Akibatnya pertumbuhan ekonomi akan menurun. Karena konsumsi rumah tangga penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi selama ini,” imbuh Rizal.

Rizal merinci, kenaikan tarif tol akan menggerek angka inflasi terutama dipicu oleh sektor angkutan. Terutama, sektor transportasi, yang menjadi salah satu sektor ekonomi penyumbang kedua terbesar inflasi di tahun 2023. Selain sektor tersebut, ada sektor pangan sebagai penyumbang pertama terbesar inflasi.

Rizal mengatakan kenaikan tarif tol saat ini tidak mendesak. Kondisi ekonomi sedang diliputi ketidakpastian tinggi. Harga pangan semakin melambung di tengah tahun politik.

“Pemerintah dalam kondisi daya beli masyarakat rendah dan harga pangan sedang naik, (baiknya) tidak dieksekusi (kenaikan tarif tol). Lebih baik diurungkan,” lanjutnya.

Dia menyarankan agar pemerintah sebaiknya menahan kebijakan kenaikan tarif tol, mengingat kondisi daya beli masyarakat yang rendah dan lonjakan harga pangan. Terutama menjelang triwulan II 2024 yang merupakan periode penting untuk pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi rumah tangga selama Ramadhan dan Idul Fitri.

“Di dalamnya ada mudik, yakni proksi dari sektor transportasi. Artinya jika dinaikan tarif tol, tentu akan mempengaruhi jumlah pengguna tol untuk mudik, dan menurunkan konsumsi transportasi tol,” tutur Rizal.

Rizal menjelaskan, meskipun banyak jalan tol telah dibangun di seluruh Indonesia, kontribusinya dalam menekan inflasi masih minim. Sebaliknya, kenaikan tarif tol berpotensi meningkatkan biaya logistik dan menurunkan efisiensi sektor logistik. Menurut dia, ini terbukti dengan banyak dibangunnya jalan tol dan diresmikan jalan tol baik Trans Sumatera, Trans Jawa, Trans Sulawesi, maupun Trans Kalimantan, masih belum mampu menekan angka inflasi baik di daerah maupun nasional.

“Naiknya tarif tol justru berpotensi meningkatkan biaya logistik, sehingga produktivitas dan efisiensi sektor logistik akan menurun,” kata Rizal.

Beleid tentang kenaikan tarif tol sebelumnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 dan PP Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol yang mengalami perubahan pada PP Nomor 17 Tahun 2021, dengan penyesuaian setiap dua tahun sekali karena pengaruh inflasi.(fhm/sumber:tempo)