Reforminer Institute Pertanyakan Kesiapan Lompatan B100 di Indonesia

  • Oleh : an

Jum'at, 19/Apr/2019 08:29 WIB


JAKARTA (BeritaTrans.com) - Pengamat energi dan Direktur Reforminer Institut Komaidi Notonegoro mempertanyakan lompatan dari program B20 ke B100 bagi kendaraan di Indonesia. Ia menilai, pelaksanaan B20 Indonesia sejauh ini masih banyak menemui kendala dalam penerapannya."Sejauh ini, untuk produksi massal BBM B20 Pertamina masih menemui kendala. Seperti misalnya, masalah kesiapan kilang," kata Komaidi melalui @Reforminer Institute di Jakarta, kemarin.Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Aptrindo Kyatmaja Lookman mengaku, pihaknya sudah menggunakan B20 dan tak masalah. Namun jika akan naik menjadi B100, masih butuh waktu dan proses."Kalau mau naik jadi B100, harus menggunakan kendaraan yang sama sekali beda dengan sekarang. Selain itu, B100 harus ada ujicoba terutama untuk kendaraan besar seperti truk atau bus," kata Kyat menjawab BeritaTrans.com.Bukan hanyq itu, menurut Komaidi, produsen mobil di Indonesia, sudah beberapa kali meminta kebijakan itu ditangguhkan lantaran mesin yang mereka buat belum dapat mengakomodir bahan bakar itu. Itulah sebabnya, Komaidi menilai tak menutup kemungkinan bila kerusakan mesin yang bisa terjadi akibat pemaksaan kebijakan minyak nabati ini justru dapat mengurangi kepercayaan konsumen.IMG-20190416-WA0014Belum Cukup SiapMenurut Komaidi, dari sisi produsen dan konsumen belum cukup siap. Kenapa kok bisa langsung lompat ke B100? B20 saja belum sukses kok bisa langsung lompat ke B100? "Saya hanya khawatir ini euforia sesaat seperti BBG waktu itu tak jalan, kata Komaidi lagi.Serangkaian masalah yang lebih banyak menunjukkan ketidaksiapan itu pun membuat Komaidi menduga bila ada kepentingan lain di balik arahan presiden itu. Komaidi menilai hal itu mungkin terkait dengan kebutuhan pemerintah saat ini untuk menunjukkan capaiannya.Karena saat ini lsekitar Pilpres/ Pemilu bisa saja disampaikan demikian. Bisa juga seperti itu, H-2 pemilu ingin menunjukkan Pemerintah serius."Tapi saya positif saja. Bisa jadi karena ingin perbaiki neraca perdagangan lewat pengurangan impor BBM, tandas Komaidi.(helmi)