Gebyar Kapal dan Perahu di Kampung Nelayan Cilincing

  • Oleh : Ahmad

Selasa, 09/Mar/2021 18:17 WIB
Raska dan Yayan, Nelayan di Kampung Nelayan Cilincing/foto:BeritaTrans.com dan aksi.id/ahmad Raska dan Yayan, Nelayan di Kampung Nelayan Cilincing/foto:BeritaTrans.com dan aksi.id/ahmad

JAKARTA (BeritaTrans.com)-  Kapal tradisional dan perahu memenuhi area pinggiran Kampung Nelayan Cilincing, Jakarta Utara. setiap hari, ratusan kapal bersandar di kampung tersebut.

Trok... tok... tok... tok..., suara bising seperti ini sangat akrab bagi penduduk di Kawasan Kampung Nelayan, Cilincing, Jakarta Utara. Ya, suara itu merupakan bunyi khas mesin perahu tradisional para nelayan.

Baca Juga:
SPSL Jaga Keberlanjutan Lingkungan dan Berdayakan Masyarakat Lewat Program Teman Nelayan

Baca Juga:
Jawab Nelayan, Menhub Konsolidasi Perbaikan Pelabuhan Perikanan di Lamongan

Masyarakat di pesisir utara Jakarta menyebutnya dengan mesin klotok, bagi mesin penggerak kapal-kapal yang bersandar di kampung mereka. Hamparan laut, deburan ombak, dan angin kencang, dan badai jadi teman akrabnya. 

Seperti Raska dan anakknya Yayan, dua nelayan ini adalah satu keluarga yaitu bapak dan anak yang sudah lama melaut dengan hasil tangkapan berupa ikan, cumi dan sotong serta rajungan. 

Baca Juga:
Diduga Tidak Tahu Batas Wilayah, 2 Kapal Nelayan Aceh Ditangkap di Thailand

"Sekarang lagi musim baratan (angin barat), kalo melaut lihat kondisi cuaca dulu, bila terang kita melaut tapi bila angin lagi kencang gak berani melaut," ungkap Raska asal Indramayu yang sejak tahun 1996 melaut, saat dijumpai BeritaTrans.com di Cilincing, Selasa (09/03/2021).

Nelayan ini berangkat pada sore dan pulang pada keesokan harinya, perjalanan dengan perahu tradisonal bermesin pun harus menempuh dua jam untuk mencapai ke tengah laut, dengan tenaga dua mesin yang bisa menghabiskan bahan bakar 60 liter solar untuk pergi-pulang melaut dan hasil tangkapan pun sudah ada pembeli yang sudah menunggu di darat.

"Kapal kita ini pakai dua mesin, kalo hanya satu yah kuranglah, setiap jalan bisa 60 liter solar untuk pergi pulang, dan biaya operasional sekitar Rp500 Ribu," ucapnya.

Penghasilan dari hasil tangkapan bisa berkisar Rp2 Jutaan dan bila kurang bagus hasil tangkapan pailing Rp600 Ribuan, "Kalo lagi tangkapan banyak dan bagus ya lumayan buat biaya keluarga di kampung, tapi jika hasil tangkapan kurang bagus ya buat ganti biaya operasional ajah,"tutunya lagi.

 

Dengan nama lambung kapal Laksana Muda dengan 2 GT tahun pembuatan 2005 berbahan kayu kepunyaan atas nama Yayan Rasyanto yang merupakan anaknya sendiri mereka berdua pergi melaut, terkadang hanya sendiri saja.

Saat dijumpai bapak dan anak ini sedang merajut atau membetulkan jala yang robek terkena karang yang berukuran 20 meter persegi yang dibeli dari baru sekitar Rp4 Jutaan. 

Tak hanya Raska dan Yayan, ratusan nelayan di Kampung Nelayan Cilincing yang menggantungkan hidup di tempat ini. Kampung sederhana ini tak hanya menjadi sandaran kapal, tapi juga sandaran penghasilan, penggerak perekonomian bagi sudut pesisir ibukota.(ahmad)