Ini Usulan Biaya Angkut Gas Pipa Muara Karang-Muara Tawar

  • Oleh : Redaksi

Jum'at, 23/Apr/2021 04:40 WIB


Jakarta - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) hari ini, Kamis (22/04/2021) menggelar sosialisasi (public hearing) penetapan tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa di empat ruas pipa transmisi.

Pertama, Ruas Wunut - Ngoro milik PT Dharma Pratama Sejati. Kedua, Ruas KP 4.3 - PLN Kanaan Milik PT Pertamina Gas. Ketiga, Ruas Muara Karang - Muara Tawar milik PT Pertamina Gas, dan Ruas Belawan - KIM - KEK milik PT Pertamina Gas.

Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa mengatakan, pelaksanaan public hearing ini menjadi salah satu tahapan yang harus dilalui dalam menentukan biaya angkut gas melalui pipa (toll fee) di sidang Komite BPH Migas.

"Yang diundang public hearing ini mewakili pemerintah, transporter badan usaha mewakili shipper, kita mengundang juga KPPU, badan pelindung konsumen," kata Ifan, sapaan akrabnya, dalam acara public hearing, Kamis (22/04/2021).

Dalam acara sosialisasi ini, beberapa simulasi ditawarkan dalam menentukan tarif. Misalnya saja Ruas Muara Karang - Muara Tawar. Simulasi Pertagas (Surat No.117/PG0000/2020-S0) menunjukkan tarif angkut gas ini sebesar US$ 0,643/mscf dengan asumsi volume angkut 7-187 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) atau 90% dari kontrak.

Lalu, simulasi 1 dengan tarif US$ 0,278/mscf dengan asumsi volume angkut 162 MMSCFD atau 60% dari kapasitas 270 MMSCFD, dan simulasi 2 dengan tarif US$ 0,290/mscf dengan asumsi volume angkut 162 MMSCFD atau 60% dari kapasitas 270 MMSCFD.

Adapun jangka waktu pengangkutan yakni 20 tahun sejak 2017.

Ifan mengatakan dalam menerapkan toll fee, BPH Migas sangat efisien dengan menetapkan jauh di bawah US$ 1.

"Kalau harga gas (ke konsumen/ industri) US$ 6 (per MMBTU), toll fee US$ 0,75, berapa persen sih, US$ 0,6 aja baru 10%. Artinya 90% bukan BPH Migas yang menentukan komponen harga US$ 6," ujarnya.

Biaya angkut gas di beberapa ruas menurutnya lebih mahal dikarenakan tidak dilakukan lelang, namun langsung diberikan penugasan oleh pemerintah melalui Kementerian ESDM.

"Selama 20 tahun BPH Migas berdiri, hanya satu kali melelang, itu pun hanya pipa transmisi distribusi, sampai hari ini nggak ada," paparnya.

Padahal, imbuh Ifan, di dalam UU Migas Pasal 46 Ayat 3 poin D dan F pengusahaan gas bumi, transmisi, dan distribusi gas adalah tugas BPH Migas untuk melelangnya.

"Kenapa melelang? Ada efisiensi, dibuat dulu feasibility study (FS/ uji kelayakan)-nya, dibuat dulu desainnya, tapi kalau penugasan BPH Migas tidak terlibat, tahu-tahu dia bangun, diameter pipanya tidak masuk akal," tuturnya.

Menurutnya, hal ini akan berdampak pada membengkaknya belanja modal (capital expenditure/ capex) dan biaya operasi (operating expenses/ opex).

"Siapa yang kontrol karena FS dan desain tidak ada persetujuan, itu yang terjadi dulu, makanya terasa dampaknya sekarang," ujarnya.

(sumber:cnbcindonesia.com