Gabungan Organisasi Nelayan Nusantara Tolak Tarif Baru PNBP PHP

  • Oleh : Taryani

Jum'at, 24/Sep/2021 06:55 WIB
Kapal nelayan ini setelah rampung bakal terkena kenaikkan tarif  Penerimaan Negara Bukan Pajak dari sektor Pungutan Hasil Perikanan. (Ist.) Kapal nelayan ini setelah rampung bakal terkena kenaikkan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak dari sektor Pungutan Hasil Perikanan. (Ist.)

INDRAMAYU (BeritaTrans.com) - Gabungan Organisasi Nelayan Nusantara (GONN)  terdiri dari SNT, PPNSI, HNSI, SNNU dan Yamitra kemarin berkumpul dan sepakat menolak Kepmen KP 86 2021 dan PP 85 2021 tentang tarif baru penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor Pungutan Hasil Perikanan (PHP).  

Penolakan tersebut didasari atas kondisi usaha yang sedang lesu (slowdown). Sejak pandemi Covid-9, para pelaku usaha tangkap ikan dan nelayan di Tanah Air merasakan kondisi yang sulit. Harga ikan turun tajam sampai 30% dan harga-harga  perbekalan nelayan naik sampai 20%.

Ketua GONN sekaligus Ketua SNT (Serikat Nelayan Tradisional), Kajidin menyatakan  menolak kenaikkan  tarif baru PHP PNBP.

“Nelayan bisa bertahan hidup di masa pandemi separti sekarang saja sudah bagus. Belum lagi menghadapi perubahan iklim yang berdampak pada lambatnya mencari ikan di laut sehingga  butuh waktu berbulan-bulan. Bahkan ada yang sampai menunggu 9 bulan,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Ketua PPNSI, Robani Hendra Permana mengeluhkan sikap pemerintah yang dinilai tidak  tepat menaikkan PNBP di tengah kondisi usaha yang sedang lesu.

Hasil tangkap ikan dan harga ikan sedang turun tetapi  pelaku usaha dipaksa membayar PNBP lebih tinggi.

“Pemerintah seharusnya lebih fokus pada sisi hilir perikanan. Mendorong tumbuhnya sentra-sentra pengolahan produk perikanan yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru dan memberikan nilai tambah (added value) bagi perikanan di Indonesia,” ujarnya.

Oleh karenanya, GONN meminta kepada pemerintah untuk membatalkan berlakunya Kepmen86 2021 dan PP85 2021 tersebut, demi menjaga keberlangsungan usaha para nelayan di Tanah Air.

Ketua HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia) Indramayu , Dedi Aryanto menolak kebijakan yang dinilai tidak pro pada nelayan ini.

“Sektor lain seperti pariwisata, pertanian dan lainnya mendapat subsidi dan relaksasi dari pemerintah, nelayan malah dibebani kenaikan PHP PNBP,” ujarnya.

Sekjen SNNU (Serikat Nelayan Nahdatul Ulama) Jawa Barat, H. Fauzan Adzim  berpendapat, seharusnya pemerintah banyak memberikan solusi bagaimana menstabilkan harga ikan, membangun pusat pengelolaan hasil tangkap di masing-masing pelabuhan.

Selain itu, membenahi minimnya sarana pelabuhan sehingga ikan  hasil tangkap dapat terserap dan pada akhirnya harga ikan stabil.

Nelayan di Desa Karangsong, Kabupaten Indramayu  mengemukakan, sudah hampir 2 tahun para pelaku usaha bertahan dengan kondisi tersebut.

Bukannya mendapat dukungan dan perhatian dari pemerintah malah sebaliknya pemerintah mengeluarkan Kepmen KP 86 tahun 2021 dan PP 85 tahun 2021 yang menaikkan tarif PNBP bagi kapal tangkap ikan.

Digambarkan,  salah satu kapal nelayan di Desa Karangsong, Kabupaten Indramayu berukuran 139 Gros Ton  mengajukan perpanjangan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) pada bulan September 2021.

Pada tahun sebelumnya dikenakan PNBP sebesar Rp 124.234.725,00 namun setelah diberlakukannya tarif baru PNBP bakal membayar sebesar Rp 201.444.360,00. (Taryani)