KNKT Ungkap Hasil Investigasi Kecelakaan KA 350 CL Bandung Raya KA 65A Turangga

  • Oleh : Naomy

Jum'at, 16/Feb/2024 15:17 WIB
Media Rilis KNKT terkait kecelakaan kereta api Media Rilis KNKT terkait kecelakaan kereta api

 

JAKARTA (BeritaTrans.com) — Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah menyelesaikan laporan akhir investigasi terkait kasus tabrakan perkeretaapian yang melibatkan KA 350 CL Bandung Raya (rangkaian kereta api penumpang yang diberangkatkan dari stasiun Padalarang dengan tujuan stasiun Cicalengka) dan KA 65A Turangga (rangkaian kereta api penumpang yang diberangkatkan dari Stasiun Banjar dengan tujuan Stasiun Bandung) di KM 181+700 petak jalan St.Cicalengka - St.Haurpugur.

Baca Juga:
KNKT Ungkap Penyebab KA Pandalungan Anjlok di Stasiun Tanggulangin: Wesel Patah

Saat mengungkapkannya ke publik, KNKT menyampaikan bahwa seperti diketahui akibat kecelakaan tersebut sebanyak empat orang meninggal dunia dan 37 orang mengalami Iuka-Iuka.

Kronologi kecelakaan berawal saat KA 350 CL Bandung Raya berangkat dari St. Rancaekek menuju St. Haurpugur pada pukul 05.41 WIB, 5 Januari 2024. 

Baca Juga:
KNKT: Anjlokan KA Argosemeru di Wates Dampak Rel Bergelombang

Pada pukul 05.46 WIB, terdapat KA 65A Turangga melintas langsung St.Nagreg menuju St.Cicalengka. Pada pukul 05.51 WIB, KA 350 CL Bandung Raya datang dan berhenti di Jalur Il St.Haurpugur dan kemudian diberangkatkan kembali pukul 05.56 WIB ke St.Cicalengka. 

Pukul 05.59 WIB, KA 65A Turangga melintas langsung St.Cicalengka menuju St. Haurpugur. 

Baca Juga:
Anjlokan KA 75a di Emplasemen Stasiun Tanggulangin, KNKT Rekomendasikan ini ke DJKA dan KAI

Terjadi tabrakan antara KA 350 CL Bandung Raya dengan KA 65A Turangga di KM 181+700 petakjalan St. Cicalengka — St. Haurpugur.

"KNKT menyimpulkan bahwa kecelakaan ini terjadi akibat adanya sinyal yang dikirim sistem interface tanpa perintah peralatan persinyalan blok mekanik (uncommanded signal) St. Cicalengka yang terproses oleh sistem persinyalan blok elektrik St. Haurpugur," jelas Ketua KNKT Soerjanto Thahjono di Jakarta, Jumat (16/2/2024). 

Uncommanded signal tersebut kata dia, kemudian ditampilkan pada layar monitor St. Haurpugur sebagai indikasi seolah-olah telah diberi "Blok Aman" oleh St. Cicalengka. 

Hal ini berdampak pada proses pengambilan keputusan selanjutnya untuk pelayanan KA dari masing-masing stasiun.

Adapun faktor yang berkontribusi pada kasus kecelakaan ini yaitu, ditemukan uncommanded signal dari sistem interface akibat transien tegangan dengan amplitudo sangat tinggi dalam waktu sangat singkat saat operasi pensaklaran relay. 

"Ini yang mungkin dipengaruhi oleh kondisi pengkabelan serta grounding system intefface dan peralatan blok mekanik di St. Cicalengka," tuturnya.

Uncommanded signal yang terjadi terproses oleh sistem persinyalan blok elektrik St. Haurpugur yang kemudian ditampilkan sebagai indikasi telah diberi ”Blok Aman" sehingga PPKA St. Haurpugur dapat melanjutkan proses pelayanan rute untuk KA 350 CL Bandung Raya menuju St. Cicalengka.

Selanjutnya, terjadinya complacency terhadap masing -masing sistem persinyalan dan confirmation bias memengaruhi proses pengambilan keputusan PPKA St. Cicalengka dan PPKA St. Haurpugur untuk memberangkatkan KA dari masing-masing stasiun. 

PDPS baik di St. Haurpugur maupun St. Cicalengka tidak mengakomodir komunikasi antara persinyalan elektrik dengan mekanik, sehingga SOP di kedua stasiun tersebut tidak mewakili keadaan yang sebenarnya. 

"Anomali berupa uncommanded signal yang sebelumnya telah terekam beberapa kali tidak tercatat sebagai gangguan persinyalan sehingga permasalahan tersebut tidak terdeteksi lebih awal," kata dia. 

Soerjanto menambahkan, ada faktor human eror dan peralatan yang sudah berusia tua. Ada juga faktor mekanik dan elektrik yang membuat munculnya miskomunikasi. 

Guna meningkatkan keselamatan perkeretaapian di Indonesia dan mencegah kecelakaan serupa di masa mendatang, maka KNKT menerbitkan rekomendasi diperuntukkan kepada Direktorat Jenderal Perkeretaapian agar memastikan keandalan sistem interface yang menghubungkan persinyalan mekanik dengan persinyalan elektrik.

"Memastikan tersedianya prosedur terkait pelayanan peralatan persinyalan yang menggunakan sistem interface yang menghubungkan persinyalan mekanik dengan persinyalan elektrik, dan meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan sistem manajemen keselamatan perkeretaapian khususnya terkait sistem pelaporan potensi bahaya serta penilaian dan pengendalian risiko," imbuhnya.

Rekomendasi juga ditujukan kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero), agar menyusun prosedur terkait pelayanan peralatan persinyalan yang menggunakan sistem interface yang menghubungkan persinyalan mekanik dengan persinyalan elektrik, dan memastikan terlaksananya sistem pelaporan potensi bahaya dan setiap potensi bahaya yang telah diidentifikasi telah dikomunikasikan kepada SDM operasional pelayanan perjalanan kereta api sebagai bagian dari penerapan Sistem Manajemen Keselamatan (SMK) Perkeretaapian. (omy)