Pentingnya Peran Pemda dan Maskapai pada Geliat Bandara

  • Oleh : Naomy

Kamis, 28/Mar/2024 05:10 WIB
Presiden Joko Widodo bersama Menjub dan Dirjen Kristi saat peresmian Bandara Singkawang Presiden Joko Widodo bersama Menjub dan Dirjen Kristi saat peresmian Bandara Singkawang


JAKARTA (BeritaTrans.com) -  Dalam beberapa pekan terakhir, beberapa bandara telah diresmikan oleh Presiden RI Joko Widodo. 

Pekan lalu Presiden telah meresmikan Bandara Singkawang di Kalimantan Barat, dan pekan ini empat bandara di Sulawesi seperti Bandara Bolaang Mongondow, Bandara Banggai Laut, Bandara Taman Bung Karno dan Terminal Bandara Mutiara Sis Al-Jufri.

Baca Juga:
InJourney Airports Layani 35,3 Juta Pergerakan Penumpang Selama Triwulan I

Seusai peresmian bandara baru, peran Pemda dan maskapai dinilai penting dalam menyukseskan geliat di bandara. Apalagi pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan juga terus menggenjot pembangunannya, demi kemudahan konektivitas dan mobilitas masyarakat luas.

Pemerhati Penerbangan Alvin Lie menyampaikan, untuk membuat ramai bandara bukan saja karena mobilitas keluar masuknya masyarakat setempat untuk terbang. 

Baca Juga:
Kemenhub Tetapkan 17 Bandara Internasional

"Namun harus ada kontribusi dari Pemerintah Daerah untuk menarik orang datang ke daerahnya dengan mempromosikan destinasi wisata, keunggulan wilayah, dan daya tarik lainnya," jelas Alvin di Jakarta, Rabu (27/3/2024). 

Harus disadari bahwa bandara itu fungsinya adalah gerbang keluar masuk ke suatu wilayah memudahkan pergerakan keluar masuk manusia maupun barang dari suatu wilayah ke wilayah lain dan sebaliknya. 

Baca Juga:
Menhub Sebut Pembangunan Bandara IKN Berjalan Sesuai Rencana

Namun sehebat apapun bandara tidak otomatis akan mendatangkan orang ke wilayah tersebut kalau wilayahnya tidak dipromosikan. 

Bila Pemda tidak gesit dalam mempromosikan wilayahnya, bisa jadi pertumbuhan penerbangan akan stagnan.

"Bandara perlu dimaintenance dengan baik, supaya penerbangannya tidak sepi. Karena maskapai juga berhitung, tak mungkin beroperasi jika sepi," urainya. 

Minimal okupansi terisi 70%, baru maskapai dapat sedikit bernapas lega secara operasional. 

Alvin menambahkan, semuanya menjadi pelajaran bahwa tidak mudah mengelola bandara, karena setelah bandaranya ada tantangan berikutnya adalah membangun jumlah penumpang dan jumlah barang yang diangkut kargo. 

"Karena airline itu hidupnya dari mengangkut manusia sebagai penumpang dan mengangkut barang sebagai kargo, kalau tidak ada anggotanya tidak ada yang mau terbang ke sana, ini menjadi tantangan," katanya. 

Bercermin dari kondisi yang ada pada sebagian bandara, maka dapat menjadi contoh agar pada saat akan membangun bandara, benar-benar sudah penuh perhitungan. 

"Maskapai akan senang bila pasarnya ada, akan melakukan penerbangan, tapi maskapai juga sumber daya keuangannya terbatas, kalau penumpangnya tidak ada ya bakal akan berhenti berguguran, dan sekali sudah dicoba kemudian gugur, itu akan semakin sulit mengajak maskapai penerbangan untuk kembali ke daerah tersebut lagi," imbuh Alvin. 

Jadi, jadi harus dirancang strategi yang berkelanjutan untuk mempromosikan daerah agar terjadi pasar yang cukup besar yang bisa menghidupi maskapai penerbangan untuk secara berkelanjutan melayani penerbangan ke bandara tersebut. 

Sejalan dengan itu, menurut Pengamat Penerbangan dan Kebijakan Publik Agus Pambagio, idealnya bandara itu didirikan sesuai kebutuhan, jangan hanya sebatas kepentingan tertentu. 

"Harus dihitung dulu potensi berapa banyak penumapng yang masuk dan keluar, minimal dalam setahun. Nah, bila sudah ada data itu dan ketertarikan maskapai, barulah bandara dibangun," tegas Agus. 

Artinya menurut dia, setelah bandara disiapkan maka menjadi tugas pemda selanjutnya untuk memastikan ketersediaan penumpang di wilayahnya, jangan sampai maskapai masuk ke bandara itu namun hanya beberapa waktu saja, lantaran geliatnya tidak sesuai yang diharapkan. Karena maskapai pasti mau masuk bila ada kepastian jumlah penumpang, mereka juga tidak mau rugi.

Apalagi keterbatasan armada pesawat akan menjadi pertimbangan, tentunya maskapai akan berhenti beroperasi di rute yang tidak ada penumpangnya dan melirik rute-rute gemuk. (omy)