Siapkan Submisi Dokumen PSSA Selat Lombok ke IMO, Kemenhub Gelar FGD Nasional

  • Oleh : Naomy

Selasa, 07/Mei/2024 17:11 WIB
FGD Nasional Ditjen Hubla FGD Nasional Ditjen Hubla

 

BALI (BeritaTrans.com) – Sebagai Negara Anggota International Maritime Organization (IMO) sekaligus Anggota Dewan IMO periode 2024-2025, Indonesia memiliki tanggung jawab penuh berperan aktif dalam perlindungan lingkungan maritim. 

Baca Juga:
Mantap, Jakarta Masuk 50 Besar Kota Maritim Terkemuka Dunia

Salah satu upaya yang tengah dilakukan Pemerintah Indonesia untuk melestarikan lingkungan lautnya adalah dengan penetapan Selat Lombok, khususnya yang berada di kawasan Pulau Nusa Penida dan Gili Matra, sebagai Particularly Sensitive Sea Area (PSSA).

Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Capt. Antoni Arif Priadi menyampaikannya pada Focus Group Discussion (FGD) Nasional Persiapan Submisi Dokumen PSSA Selat Lombok yang digelar di Platinum Hotel Jimbaran Beach Bali, Selasa (7/5/2024).

Baca Juga:
Berhasil Evakuasi Kapal MV. Layar Anggun 8, Kemenhub Diapresiasi dari Pemilik Kapal

Capt. Antoni mengungkapkan, upaya pengusulan Selat Lombok sebagai PSSA telah dimulai sejak tahun 2016 melalui proposal yang diajukan Pemerintah pada the Third Regional Meeting of IMO-NORAD Project on Prevention of pollution from ships through the adoption of PSSAs di Lombok, Nusa Tenggara Barat. 

Upaya tersebut kemudian dilanjutkan dengan pengajuan Information Paper dalam Sidang IMO-Marine Environmental Protection Committee (MEPC) ke-71 pada tahun 2017.

Baca Juga:
Dukung Pembangunan Dermaga Multipurpose Pelabuhan Tanjung Wangi, Menhub Ajak Peran Swasta

“Selat Lombok diusulkan sebagai PSSA karena lokasinya yang strategis, sekaligus fakta bahwa kawasan tersebut merupakan rumah bagi lebih dari 2.000 spesies binatang laut, termasuk enam dari  tujuh spesies penyu laut yang dilindungi di dunia,” jelas Capt. Antoni.

Penetapan PSSA oleh IMO, lanjutnya, dapat menjadi sebuah mekanisme yang dapat digunakan oleh negara-negara pantai untuk melindungi wilayah laut yang dianggap rentan terhadap dampak negatif aktivitas pelayaran internasional. 

Saat ini terdapat 18 wilayah perairan di dunia yang telah ditetapkan sebagai PSSA, di antaranya the Jomard Entrance Papua New Guinea yang ditetapkan pada tahun 2016 dan Tubbataha Reefs Natural Park Filipina yang ditetapkan pada tahun 2017.

Capt. Antoni optimistis penetapan PSSA Selat Lombok dapat menjadi pilot project bagi penetapan kawasan-kawasan potensial lainnya di Indonesia. 

Hal ini, menurutnya, sesuai dengan Resolusi A.982(24) IMO mengenai Revised guidelines for the identification and designation of Particularly Sensitive Sea Areas, yang menjadi dasar penetapan berbagai PSSA di dunia, serta sejalan dengan komitmen Indonesia dalam hal perlindungan lingkungan maritim.

“Oleh karenanya, melalui penyelenggaraan FGD kali ini, kami mengundang seluruh pihak terkait untuk dapat saling bertukar pengetahuan, informasi, dan masukan yang konstruktif terhadap Draft Dokumen Submisi PSSA Selat Lombok, yang akan diajukan ke Sidang IMO-MEPC ke-82 mendatang,” ujarnya.

Capt. Antoni berharap upaya yang dilakukan ini dapat semakin menunjukkan keseriusan Indonesia terhadap perlindungan lingkungan laut serta pemenuhan terhadap berbagai konvensi dan instrumen IMO, baik di tingkat nasional, regional maupun internasional.

“Saya percaya bahwa semangat dan kolaborasi kita dalam Forum ini akan membawa hasil yang signifikan dalam proses finalisasi Draft Dokumen Proposal Penetapan Selat Lombok sebagai PSSA sekaligus dapat berkontribusi positif bagi sustainabilitas lingkungan maritim dan pelayaran internasional,” tuturnya.

Sebagai informasi, FGD Nasional ini menghadirkan Narasumber yang berasal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut c.q Direktorat Kenavigasian, serta akademisi yang berasal dari ITS Surabaya, dan tim konsultan PT ITS Tekno Sains, yang terlibat penyusunan dokumen usulan penetapan PSSA Selat Lombok. 

Masing-masing narasumber menyampaikan perkembangan tugas, pokok, dan fungsi masing-masing terkait IMO Guidelines / resolusi A.982 (24) dengan menjelaskan wilayah yang kaya akan keanekaragaman hayati dan terlindungi, adanya resiko pelayaran internasional dan memiliki Associate Protective Measures (APMs). 

Informasi yang berhasil didapatkan dari FGD Nasional ini kemudian akan diproses lebih lanjut oleh tim internal Kementerian Perhubungan dan kemudian disampaikan pada FDG internasional yang direncanakan akan dilaksanakan pada minggu pertama Juni 2024 mendatang di Bali.

PSSA adalah wilayah laut yang sangat sensitif sehingga membutuhkan perlindungan khusus melalui regulasi atau tindakan dari IMO karena memiliki keadaaan ekologi, sosial-ekonomi, ataupun alasan saintifik yang dapat dengan mudah mengalami kerusakan oleh aktivitas pelayaran internasional.

Pada tahun 2005, IMO mengadopsi Resolusi A.982(24) mengenai Revised guidelines for the identification and designation of Particularly Sensitive Sea Areas (PSSAs).

Hingga kini telah ada 18 PSSAs di dunia, dengan penetapan terbaru adalah North-Western Mediterranean Sea, France, Italy, Monaco and Spain pada tahun 2023.

Usulan penetapan PSSA Selat Lombok pertama kali dilakukan melalui Proposal Penetapan PSSA Selat Lombok IMO dan Norwegian Agency for Development (NORAD) Project (2014-2017), di mana dalam Project ini terdapat empat negara yang mengajukan untuk menetapkan salah satu kawasan lautnya sebagai PSSAs, yaitu Filipina, Malaysia, Vietnam dan Indonesia. 

Indonesia mengusulkan penetapan PSSA Selat Lombok, khususnya Kepulauan Gili dan Pulau Nusa Penida pada the 3rd  Regional Meeting of IMO-NORAD Project on Prevention of pollution from ships through the adoption of Particularly Sensitive Sea Areas (PSSAs) within the East Asian Seas Region, yang diselenggarakan di Lombok pada bulan Juli 2016.  

Indonesia mempertegas mengusulkan PSSA Selat Lombok dalam bentuk Information Paper melalui dokumen MEPC 71/INF.39 pada Sidang Marine Environment Protection Committee (MEPC) ke-71 pada tahun 2017.

Penetapan TSS Selat Lombok merupakan salah satu langkah strategis yang diambil Indonesia sehingga Indonesia dapat melanjutkan pembahasan PSSAs, namun masih diperlukan dukungan negara-negara lain yang memiliki hak melewati Selat Lombok sehingga PSSA Selat Lombok dapat segera diimplementasikan. 

Indonesia telah mengupayakan diplomasi dengan negara anggota IMO atau negara tetangga dengan cara workshop, sidang, dan pertemuan lain untuk meyakinkan pentingnya PSSAs dalam menjaga ekosistem laut di Selat Lombok. 

Indonesia telah mempersiapkan dokumen submisi penetapan PSSA Selat Lombok sesuai dengan IMO Guidelines, namun perlu penguatan proposal khususnya terkait bagian atribusi untuk lebih meyakinkan urgensi penetapan Selat Lombok sebagai PSSA. 

Dokumen submisi  akan disampaikan kepada IMO untuk dibahas pada Sidang MEPC ke-80 di London pada tanggal 30 September 2024 s.d 4 Oktober 2024 mendatang. (omy)