Pascainsiden Pesawat, Pilot Tak Bisa Terbang 90 Hari

  • Oleh : Naomy

Sabtu, 03/Apr/2021 09:05 WIB
Ilustrasi (Bandara Halim Perdanakusuma) Ilustrasi (Bandara Halim Perdanakusuma)

JAKARTA (BeritaTrans.com) -  Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan melakukan tindakan pencegahan terbang atau preventive grounding kepada penerbang (pilot) setelah terjadinya insiden.

Di antaranya yang terjadi di Bandar Udara Sultan Thaha-Jambi dan Bandar Udara Halim Perdana Kusuma-Jakarta pada Maret 2021. 

Baca Juga:
Pesawat Tecnam P2006T yang Jatuh di BSD Tangerang, 3 Korban Dievakuasi

"Tindakan ini dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor PM 46 Tahun 2015 tentang Tindakan Pencegahan Terbang (Preventive grounding) Terhadap Penerbang Setelah Terjadinya Insiden (Incident) dan Kecelakaan (Accident)," urai Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Dadun Kohar dalam keterangannya, Sabtu (3/4/2021).

Dia mengatakan, tindakan pencegahan terbang terhadap penerbang yang mengalami insiden pesawat pada saat penerbangan ditujukan untuk  memudahkan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dalam melakukan pemeriksaan.

Baca Juga:
Super Air Jet Maskapai Pertama Terbang dari Bandara Dhoho Kediri

“Sesuai dengan pasal 4 PM 46 Tahun 2015, bagi penerbang yang mengalami insiden pada penerbangan  akan dilakukan tindakan pencegahan terbang, untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan selama 9 hari terhitung dari hari terjadinya insiden," urainya. 

Menurutnya, pencegahan terbang ini dapat dicabut setelah penerbang dinyatakan fit secara medis (melaksanakan medical check) di Balai Kesehatan Penerbangan dan selesai mengikuti recovery training program after incident. 

Baca Juga:
Harga Tiket Pesawat Melambung, Ini Kata Kemenhub

Diawasi oleh Inspektur Operasi Pesawat Udara Direktorat Jenderal  Perhubungan Udara. 

Pihaknya akan cabut preventive grounding-nya jika penerbang yang bersangkutan telah dinyatakan sehat setelah melaksanakan pemeriksaan di Balai Kesehatan Penerbangan. Selain itu  mereka juga harus mengikuti training yang diawasi oleh Inspektur Operasi Pesawat Udara.  

"Namun bila dari hasil pemeriksaan menunjukkan adanya pelanggaran maka dapat dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan pada PM 78 Tahun 2017 atau pemeriksaan lanjutan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Perhubungan Udara," tegasnya.

Selanjutnya Dadun mengimbau agar operator penerbangan memastikan kondisi kesehatan kru pesawat yang akan bertugas dan semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan transportasi udara, serta terus mengutamakan keselamatan, keamanan dan pelayanan dalam penerbangan, sehingga tidak terjadi insiden dan kecelakaan.

“Kondisi kesehatan kru pesawat sangat penting sebelum terbang, pemeriksaan rutin dan berkala harus dilaksanakan dengan benar demi keselamatan,  keamanan dan pelayanan yang baik dalam penerbangan," tutup Dadun.

Untuk diketahui, pada 6 Maret 2021 pesawat Airbus A320-241 dengan registrasi PK-LUT yang dioperasikan oleh Batik Air mengalami insiden di Bandar Udara Sultan Thaha-Jambi dan pada 20 Maret 2021 pesawat Boeing B737-4900F dengan registrasi PK-YSF yang dioperasikan oleh PT Trigana Air Service mengalami insiden di Bandar Udara Halim Perdana Kusuma-Jakarta. (omy)