Perempuan asal Surabaya Hidup di Kapal, Bersihkan Pantai Norwegia

  • Oleh : Redaksi

Rabu, 07/Jul/2021 18:40 WIB
Ika Permatasari-Olsen dengan kain batik di depan kapal yacht North Eagle (Foto: istimewa/Ika Olsen/voaindonesia.com) Ika Permatasari-Olsen dengan kain batik di depan kapal yacht North Eagle (Foto: istimewa/Ika Olsen/voaindonesia.com)

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Selama 2,5 tahun terakhir, perempuan asal Surabaya, Ika Permatasari-Olsen, hidup di sebuah kapal yacht. Hari-harinya tidak hanya dihabiskan untuk mengarungi samudera, tapi juga bekerja jarak jauh dan membersihkan plastik dari pantai-pantai Norwegia. 

Di masa pandemi ini, banyak orang sekolah dan bekerja dari rumah. Tapi Ika Permatasari-Olsen bisa jadi lain sendiri. Perempuan 30 tahun ini bekerja dan berkegiatan dari sebuah kapal yacht. “Menyenangkan dan asyik,” kata perempuan yang akrab disapa Ika itu.

Baca Juga:
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK WNI Kapal MV Hompu 1 Peru

Hidup nomaden di atas kapal dijalaninya sejak 2018 bersama suami Oyvind Olsen, seorang warga Norwegia. Ika, yang ketika itu masih bekerja kantoran dalam bidang IT di Surabaya, tadinya enggan meninggalkan kehidupannya di darat. Oyvind, yang sudah lebih berpengalaman, berusaha meyakinkannya untuk mencoba.

“Pak Olsen sudah lama tinggal di yacht dan dia sudah keliling-keliling, terus dia bilang kenapa kita ngga liburan ke yacht aja, kan gantian, gitu. Akhirnya oke-oke, let me try,” ujarnya kepada VOA dalam wawancara yang dilakukan secara jarak jauh.

Baca Juga:
Inisiatif Green Port, Terminal Teluk Lamong Raih Dua Pengakuan Internasional di Ajang Global Ports Forum

 

Hampir Menyerah

Baca Juga:
Executive General Manager Pelindo Regional 2 Tanjung Priok Sambut Arus Balik Mudik di Pelabuhan Tanjung Priok

Dari Surabaya, mereka terbang ke Spanyol untuk mengambil kapal bernama "North Eagle" milik Oyvind yang berlabuh di sana. Rute pertama yang mereka lalui bersama adalah dari Barcelona ke Majorca di Spanyol. Perjalanan itu ditempuh selama 30 jam dan penuh tantangan.

 

Ika Permatasari-Olsen bersama suami Oyvind Olsen. (Foto: Ika Olsen)
 

“Anginnya kencang sekali. Jadi satu hari satu malam saya mabuk laut, ngga bisa bangun. Sampai ke tempatnya itu aku bilang gini, ‘udah lah, aku mau terbang balik ke Barcelona aja lah,’” kenang Ika.

Tapi Oyvind terus membujuknya dan Ika setuju untuk mencobanya sekali lagi.

“Lalu kami coba lagi, tapi kali ini cuacanya lebih baik, dan dia mulai menyukainya. Sekarang dia betah di kapal dan saya tak bisa mengusirnya,” canda Oyvind, yang sudah delapan tahun hidup di kapal model Beneteau 57 tersebut.

 

Belajar Mengoperasikan Kapal

Ruang utama di dalam kapal dilengkapi sofa dan TV. (Foto: Ika Olsen)
 

Sejak itu petualangan keduanya dimulai. Mereka hidup di atas kapal berukuran 17 meter x 5 meter yang nyaman dan berfasilitas lengkap. Di dalamnya ada ruang utama yang dilengkapi sofa dan TV, kamar tidur, kamar mandi, ruang laundry, serta dapur kecil untuk memasak makanan Indonesia setiap hari.

Pasangan ini berlayar dari satu negara ke negara, pulau ke pulau dan pantai ke pantai, sebagian besar di Laut Mediterania. Mereka mengunjungi berbagai negara Eropa, mendatangi pulau-pulau tak berpenghuni, dan menikmati pemandangan alam yang luar biasa indah.

Namun, ibarat ombak, perjalanan mereka penuh pasang surut. Apalagi berlayar sangat bergantung pada cuaca.

“Karena kita terjebak badai itu bukan sekali dua kali, yang bikin aku mikir, mau ngga mau aku harus belajar nyetir, karena cuma kita berdua, eventhough kalau kita pas sailing di Mediterania memang dekat sama coastline, tapi kan tunggu bantuan itu tidak bisa menyelamatkan nyawa,” jelasnya dari Tromso, Norwegia.

Ika Permatasari-Olsen belajar mengemudikan kapal dari suami. (Foto: Ika Olsen)
 

Kini Ika sudah terampil mengemudikan kapal berwarna hitam tersebut. Dia juga bisa merencanakan rute, merawat bagian-bagian kapal, serta menguasai navigasi.

“Dia pelaut hebat sekarang,” ujar Oyvind. “Kami bekerja sama dengan baik sebagai satu tim. Ketika merapat ke pelabuhan, sesuatu yang sangat sulit, saya di balik roda kemudi mengemudikan kapal, dan dia yang melemparkan tali dan menambatkan kapal.”

Jika tidak sedang memegang roda kemudi, Ika bekerja jarak jauh, untuk sebuah perusahaan piranti lunak milik Singapura yang memiliki cabang di Surabaya. Perusahaan tempatnya bekerja tiga tahun terakhir ini, mengizinkannya bekerja jarak jauh, bahkan sejak sebelum pandemi COVID-19.

 

Bersihkan Plastik

Pandemi yang melanda sejak Maret 2020 juga berimbas pada dunia pelayaran. Karena beberapa perbatasan negara ditutup, mereka memutuskan untuk berlayar di perairan Norwegia saja, dimana kapal itu terdaftar. Pilihan ini juga dirasa pas karena perairan dan pulau-pulaunya lebih sepi.

Dan di salah satu pantai Norwegia inilah Ika berkenalan dengan organisasi nirlaba “In the Same Boat,” yang bertujuan membersihkan limbah plastik dari pulau-pulau dan pantai-pantai di Norwegia.

Sukarelawan "In the Same Boat" mengumpulkan sampah plastik dari pulau dan pantai Norwegia. (Foto: Ika Olsen)
 

“Kita berlayar dari garis pantai ke garis pantai lain untuk bersihin sampah, karena di banyak area di Norwegia, apalagi di pulau-pulau terluar tidak ada transportasi darat yang bisa menjangkau, satu-satunya cara pakai kapal,” ujar Ika yang bergabung dengan LSM tersebut sejak Agustus 2020.

Bersama para relawan yang berdatangan dari seluruh dunia, ia naik kapal, membawa peralatan, mendatangi pulau dan pantai, untuk mengumpulkan sampah-sampah plastik seperti botol, jaring dan benda lain. Dia pernah membantu mengumpulkan 1.7 ton plastik hanya dalam dua hari di sekitar Tromso. Limbah itu dibawa ke Pelabuhan utama untuk didaur ulang.

Kehadirannya dalam kelompok itu disambut baik oleh salah seorang pendiri “In the Same Boat,” Rolf-Organ Hogset.

“Dia pekerja keras. Dia telah melakukan pekerjaan yang luar biasa, tidak hanya dengan membersihkan pantai, tapi membantu dengan hal-hal lain juga. Dan dia pintar memasak masakan Asia,” ujarnya dari Vega kepada VOA.

Bagi Ika dan suami, Oyvind, ini merupakan aktivitas yang produktif dan aman di tengah pembatasan terkait pandemi virus corona. “Ini kegiatan yang sangat berarti, daripada tidak ngapa-ngapain,” ujar Oyvind yang kini sedang menikmati masa pensiun setelah puluhan tahun menerbangkan pesawat jet militer dan komersial.

In the Same Boat

“In the Same Boat,” yang memiliki belasan kapal, telah mengumpulkan lebih dari 1.000 ton sampah plastik sejak 2017, kata Rolf. Kelompok itu memasang target untuk membersihkan 20.000 pantai antara 2020 dan 2025.

“Hasilnya sudah cukup lumayan. Kami sudah membersihkan beberapa area paling kotor. Sekarang kami sedang bekerja di area dengan polusi yang lebih sedikit,” ujar laki-laki yang hidup di kapal ini.

Untuk ke depannya, Rolf mengatakan, organisasi ini tidak hanya akan melakukan upaya pembersihan saja, tapi juga berusaha mencegah masuknya sampah plastik ke perairan. Sambil terus melakukan upaya penggalangan dana, mengingat dana yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan ini, tidak sedikit.

Ingin Berlayar ke Indonesia

Setelah 2,5 tahun berlayar, Ika mengaku banyak kepuasan yang didapatkan. “Kita bisa melihat melakukan hal-hal atau sesuatu yang mungkin kalau kita traveling mainstream, tidak bisa mendapat pengalaman yang sama,” kata pelaut itu.

Misalnya menyaksikan Aurora Borealis, cahaya cantik di langit utara atau menyaksikan ikan paus humpback dari jarak sangat dekat.

Untuk sekarang ini, karena pandemi, Ika mengatakan masih akan menghabiskan waktu di perairan Norwegia dan membersihkan pantai dari plastik. Ia dan suami juga sudah menyimpan rencana untuk berlayar ke Greenland, Kanada, AS, Selandia Baru dan akhirnya Indonesia. Namun rencana ini kemungkinan baru akan diwujudkan apabila situasi terkait pandemi sudah lebih baik. (amt/sumbervoaindonesia.com)