Dugaan Pungli Truk di Pelabuhan Tunon Taka Nunukan, Polisi Masih Selidiki

  • Oleh : Fahmi

Rabu, 24/Agu/2022 10:13 WIB
Aktivitas bongkar muat rumput laut di pelabuhan Tunon Taka Nunukan Kaltara. Dugaan pungli terhadap para pedagang rumput laut terus menjadi bola liar yang belum ada penanganan hukum.(Ist) Aktivitas bongkar muat rumput laut di pelabuhan Tunon Taka Nunukan Kaltara. Dugaan pungli terhadap para pedagang rumput laut terus menjadi bola liar yang belum ada penanganan hukum.(Ist)

NUNUKAN (BeritaTrans.com) - Kepolisian Resort Nunukan, Kalimantan Utara, segera memanggil sejumlah pihak untuk meminta keterangan terkait dugaan pungli yang terjadi menahun di Pelabuhan Tunon Taka Nunukan.

‘’Kita masih selidiki, kita segera panggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan,’’ ujar Kasat Reskrim Nunukan Iptu Lusgi Simanungkalit, Selasa (23/8/2022).

Baca Juga:
Tarif Angkutan Barang dari Dalam Pelabuhan Tunon Taka Nunukan Naik 7 Persen

Lusgi mengatakan, meski kasus ini dikatakan sudah lama terjadi dan menjadi tradisi menahun, namun sampai hari ini, tidak pernah ada komplain atau laporan yang sampai ke polisi.

Untuk itu, polisi akan meminta penjelasan kepada Asosiasi Pedagang Rumput Laut Nunukan.

Apakah pungutan tersebut ada dalam AD ART mereka, apakah hanya sebatas kesepakatan, dan sejauh mana keterlibatan asosiasi dalam perkara tersebut.

‘’Intinya kita selidiki dulu. Kita baru akan memanggil pihak pihak terkait, setelah ada kejelasan, kita akan sampaikan,’’kata Lusgi.

Sejumlah pengusaha rumput laut di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, mengeluhkan adanya dugaan pungli di Pelabuhan Tunon Taka Nunukan.

Dugaan pungli tersebut, dilakukan oleh oknum di luar Asosiasi Pedagang Rumput Laut, dan sudah terjadi bertahun tahun.

Dari penelusuran wartawan, penarikan uang pungli terjadi di dermaga masuk pelabuhan menuju kapal penumpang regular.

Biaya truk yang seharusnya dibayar Rp 150.000 sebagai retribusi PT Pelindo, harus dibayar pengusaha Rp 250.000.

General Manager PT Pelindo Nunukan Nasib Sihombing, tidak membantah, dugaan pungli terhadap pedagang rumput laut tersebut selalu muncul dan menjadi image jelek pelabuhan.

‘’Jadi pengusaha yang mengambil uang tersebut mengatakan itu adalah kesepakatan semua pedagang dan sudah terjadi lama. Kita tidak bisa campuri urusan seperti itu, karena itu bagian dari mereka dalam bisnis,’’ katanya.

Nasib meminta para pengusaha tidak usah membayar pungutan Rp 100.000 dan mendokumentasikannya melalui foto, sebagai bukti untuk dilaporkan langsung ke KPK.

Sebab, jika dihitung-hitung, tradisi yang diduga terjadi bertahun-tahun ini, mengumpulkan nominal rupiah yang tidak sedikit.

Jika dalam sebulan, ada sekitar 200 truk yang mengangkut rumput laut ke kapal, maka jika dikalkulasikan bisa Rp 20 juta dalam sebulan.

‘’Jadi biar tuntas itu barang, silakan laporkan. Jangan selalu menjadi isu liar yang tidak bagus. Ini merusak tatanan yang sudah kita lakukan. Kalau rumput laut masuk dermaga, sesuai karcis Rp 150.000, itu resmi dari Pelindo. Di luar itu, silakan disampaikan. Saya akan terdepan memberantas itu," jelasnya.

Agar lancar

Pengurus pedagang rumput laut Nunukan, Kamaruddin saat ditemui, tidak membantah adanya pungutan Rp 100.000 setiap kali truk masuk dermaga Pelabuhan Tunon Taka mengangkut puluhan karung rumput laut kering.

Setiap kedatangan kapal, rata-rata rumput laut yang dinaikkan ke bagasi seberat 3500 sampai 4000 ton.

‘’Yang kita mintai itu untuk rumput laut yang dikirim ke Sulawesi saja. Kalau yang ke Surabaya, dia pakai kontainer, sehingga tidak perlu truk yang masuk dermaga,’’ kata Kamaruddin.

Bagi truk siapa saja yang masuk ke dermaga akan dicatat. Nanti uang pembayaran yang diduga pungli tersebut diminta setelah barang sudah masuk kapal.

Ia juga mengakui, uang tersebut menjadi pegangan dan diperuntukkan demi memudahkan dan melancarkan kepentingan keluar masuk Pelabuhan Tunon Taka.

‘’Memang tidak ada bukti pembayaran, tapi itu adalah kesepakatan yang sudah terjadi sekitar sepuluh tahun. Saya meneruskan tradisi itu, dan ini semua untuk memudahkan urusan kita kita juga. Bukannya semua pelabuhan begitu? Ada saja urusan yang butuh pengertian kita,’’ jelasnya.

Menurut Udin, tradisi tersebut justru bermanfaat bagi para pedagang rumput laut.

Jika mengikuti aturan, maka setiap truk hanya dibolehkan mengangkut sekitar 60 karung untuk masuk pelabuhan.

Tapi selama ini, truk bisa mengangkut 80 – 100 karung. Barang yang seharusnya diangkut dua kali trip, bisa dilakukan sekali pengangkutan dan biaya juga bisa ditekan.

‘’Kadang kami masih harus mengurus barang di pelabuhan di luar jam operasi petugas. Jadi kita juga mengertilah bagaimana biar kerjaan lancar. Jadi uang pungutan itu untuk biaya operasional, mengurus ketika barang ditolak kapal, dan pertemuan rapat kami, para pengusaha rumput laut,’’ kata dia.(fhm/sumber:kompas)