DPR Panggil Lagi Kemenag dan BPKH Terkait Biaya Haji yang Bikin Heboh

  • Oleh : Dirham

Selasa, 14/Feb/2023 10:26 WIB
Ilustrasi. Ilustrasi.

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali menggelar rapat dengar pendapat (RDP) terkait dengan penyelenggaraan ibadah Haji tahun 2023, hari ini, Selasa (14/2/2023).

Rapat ini mengundang Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag), Direktur Utama PT Garuda Indonesia (GIA), Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan RI, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji, (BPKH) serta Direktur Utama PT Saudia Airlines di Indonesia.

RDG ini akan diadakan pada pukul 10.00 WIB. DPR masih membahas perihal Komponen Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1444 H/ 2023 M.

Kemenag baru-baru ini mengusulkan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2023 mencapai Rp98,89 juta.

Dengan kenaikan tersebut, Kemenag mengusulkan skema pembiayaan dengan proporsi 70% biaya yang ditanggung jamaah haji (Bipih) sebesar Rp69,20 juta dan 30% sisanya berupa nilai manfaat sebesar Rp 29,7 juta. Dengan begitu, jumlah Bipih tersebut melonjak nyaris dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 39,8 juta.

Hal ini menuai perhatian publik dan DPR selama seminggu terakhir telah berulang kali meminta penjelasan kepada Kemenag, BPKH dan semua pihak terkait.

Ketika usulan ini pertama kali disampaikan ke DPR, Wakil Ketua MPR-RI sekaligus Anggota DPR-RI Komisi VIII yang membidangi urusan agama, Hidayat Nur Wahid, mengkritik dan menolak usulan kenaikan biaya haji yang diajukan oleh Menteri Agama pada saat Rapat Kerja Komisi VIII dengan Kemenag, Kamis (19/1/2023).

Hidayat menilai, landasan Kemenag dalam menentukan angka kenaikan biaya haji lemah dan membuat resah calon jemaah.

"Memang ibadah Haji hanya diwajibkan bagi yang mampu, dan memang ada kondisi pembiayaan penyelenggaraan Haji yang menyebabkan biaya haji ditanggung setiap jamaah perlu disesuaikan. Namun penyesuaian tersebut harus berlandaskan perencanaan yang matang, asumsi-asumsi yang riil, dan maksimalisasi lobi dan koordinasi Kemenag dengan pihak Saudi juga dengan BPKH dan Komisi VIII DPR-RI," tegasnya, dikutip dari situs DPR, Selasa (14/1/2023).

Dengan kajian yang mata, diharapkan pembiayaan Haji tetap mampu dijangkau para calon jemaah Haji.

"Itulah juga sebagian aspirasi dari calon jemaah haji yang menolak keberatan dengan kenaikan biaya haji yang diusulkan Menag," tambahnya.

Menurut Hidayat, maksimalisasi usaha untuk mendapatkan harga proporsional terkait penyelenggaraan haji, ternyata juga bisa sukses dilakukan, seperti biaya masyair yang tahun lalu dinaikkan oleh pihak Saudi menjadi konversi Rp 22 juta, tahun ini bisa turun ke angka normal Rp 5,5 juta. Ini contoh keberhasilan lobi kemenag untuk mengurangi pembiayaan berhaji, yang mestinya terus dilakukan untuk komponen-komponen memberatkan lainnya.

Ditambah ada informasi dari pihak Saudi bahwa biaya penyelenggaraan Haji tahun 2023/1444H turun 30% dibanding tahun yang lalu.

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief menjelaskan bahwa kenaikan Bipih terjadi karena adanya perubahan skema prosentase komponen Bipih dan Nilai Manfaat.

Dia menjelaskan pemerintah menilai skema komposisi 70% Bipih dan 30% nilai manfaat lebih berkeadilan jika diterapkan untuk penyelenggaraan haji tahun ini. Pasalnya hal tersebut ditujukan untuk menjaga keberlangsungan dana nilai manfaat di masa depan.

"Ini dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantre keberangkatan, tidak tergerus habis," terang Hilman Latief di Jakarta, dikutip Selasa (14/2/2023).

Nilai manfaat adalah hasil dari pengelolaan dana setoran awal yang diberikan ke jemaah yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Hilman mengatakan terhitung sejak 2010 sampai dengan 2022 pemanfaatan dana nilai manfaat terus mengalami peningkatan.

Hilman menuturkan nilai manfaat dari hasil pengelolaan hanya Rp4,45 juta pada 2010. Sedangkan Bipih yang harus dibayar jemaah sebesar Rp30,05 juta. Komposisi nilai manfaat hanya 13%, sementara Bipih 87%.

Kemudian seiring berjalannya waktu, komposisi nilai manfaat terus membesar menjadi 19% (2011 dan 2012), 25% (2013), 32% (2014), 39% (2015), 42% (2016), 44% (2017), 49% (2018 dan 2019). Di tahun 2020 dan 2021 pemerintah tidak memberangkatkan jamaah haji karena pandemi Covid-19. Kemudian, pada 2022 penggunaan dan nilai manfaat naik hingga 59%.

Kenaikan ini dikarenakan Arab Saudi melakukan penyesuaian layanan biaya Masyair secara signifikan jelang dimulainya operasional haji 2022 (jemaah sudah melakukan pelunasan). (ds/sumber CNBCIndonesia.com)