Laporan Intelijen AS Soal Khashoggi Diperkirakan Mengarah ke Putra Mahkota Arab Saudi

  • Oleh : Redaksi

Kamis, 25/Feb/2021 20:04 WIB
Seorang demonstran memegang poster bergambar jurnalis Saudi Jamal Khashoggi dan lilin yang menyala saat berkumpul di luar konsulat Arab Saudi di Istanbul, pada 25 Oktober 2018. (Foto: AFP/Yasin Akgul) Seorang demonstran memegang poster bergambar jurnalis Saudi Jamal Khashoggi dan lilin yang menyala saat berkumpul di luar konsulat Arab Saudi di Istanbul, pada 25 Oktober 2018. (Foto: AFP/Yasin Akgul)

Washington (BeritaTrans.com) - AS diperkirakan akan merilis laporan intelijen yang berstatus tidak dirahasiakan terkait pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi pada Kamis (25/2). Sumber-sumber Reuters mengatakan salah satu temuan laporan tersebut adalah Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman menyetujui pembunuhan Khashoggi pada 2018.

Para pejabat mengatakan laporan tersebut, di mana CIA adalah kontributor utamanya, menilai bahwa putra mahkota menyetujui dan kemungkinan memerintahkan pembunuhan Khashoggi, yang telah mengkritik kebijakan putra mahkota yang dimuat di the Washington Post.

Baca Juga:
Mantan Bos Intelijen Arab Saudi dan Pangeran MBS Berseteru, Rahasia AS Terancam Bocor

Presiden Joe Biden mengatakan kepada wartawan pada hari Rabu (24/2) bahwa dia telah membaca laporan itu. Ia berharap untuk berbicara segera melalui telepon dengan Raja Arab Saudi Salman, 85, ayah dari putra mahkota, negara penguasa de facto yang berusia 35 tahun.

Laporan itu adalah bagian dari kebijakan Biden untuk menyelaraskan kembali hubungan Washington dengan Riyadh.

Biden ingin memulihkan hubungan dengan Riyadh ke jalur tradisional setelah sebelumnya Arab Saudi menjalin hubungan yang nyaman dengan Trump selama empat tahun.

Juru bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan kepada wartawan pada Rabu (25/2), Biden hanya akan berkomunikasi dengan raja Saudi dan mengatakan laporan Khashoggi yang tidak diklasifikasikan sedang disiapkan untuk segera dirilis.

Khashoggi yang berusia 59 tahun, seorang jurnalis Saudi dan kolumnis Washington Post, dibujuk ke konsulat Saudi di Istanbul pada 2 Oktober 2018, dan dibunuh oleh tim operasi yang terkait dengan putra mahkota. Mereka kemudian memotong-motong tubuhnya. Jenazahnya tidak pernah ditemukan.

Riyadh akhirnya mengakui bahwa Khashoggi tewas dalam operasi ekstradisi, tetapi pihaknya membantah keterlibatan putra mahkota. Hukuman mati yang dijatuhkan kepada lima pria terkait pembunuhan tersebut diubah menjadi hanya 20 tahun kurungan penjara setelah diampuni oleh keluarga Khashoggi.

Pada 2019, seorang penyelidik hak asasi manusia PBB, Agnes Callamard, menuduh Arab Saudi melakukan "eksekusi yang disengaja dan direncanakan" terhadap Khashoggi dan menyerukan penyelidikan lebih lanjut.

Versi rahasia dari laporan tersebut dibagikan pada anggota Kongres pada akhir 2018.

Namun pemerintahan Trump menolak tuntutan oleh anggota parlemen dan kelompok hak asasi manusia untuk merilis versi yang tidak diklasifikasikan, berusaha untuk menjaga kerja sama di tengah meningkatnya ketegangan dengan saingan regional Riyadh, Iran, dan mempromosikan penjualan senjata AS ke kerajaan.

Biden berjanji pada kampanye presiden 2020 untuk mengevaluasi kembali hubungan AS-Saudi terkait dengan pembunuhan Khashoggi. Sejak menjabat, dia telah mengakhiri penjualan senjata ofensif yang dapat digunakan Riyadh di Yaman dan menunjuk utusan khusus untuk meningkatkan upaya diplomatik untuk mengakhiri perang saudara di negara itu.

(sumber:voaindonesia.com)