Maskapai Pulangkan Pesawat, 25 Juta Penumpang Batal Terbang?

  • Oleh : Redaksi

Jum'at, 03/Sep/2021 15:12 WIB
foto:istimewa/ilustrasi foto:istimewa/ilustrasi

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Penerbangan menjadi salah satu sektor yang paling parah terdampak pandemi Covid-19. Mulai dari operator bandara hingga maskapai juga ikut terkena imbasnya.

Di Indonesia, salah satu yang paling parah terjadi pada maskapai pelat merah, Garuda Indonesia.

Baca Juga:
INACA: Iuran Pariwisata jadi Beban Tambahan Penumpang dan Maskapai Penerbangan

Wakil Direktur Utama Angkasa Pura II Edwin Hidayat mengungkapkan bahwa banyak maskapai mengurangi jumlah pesawatnya saat ini, diantaranya adalah GIAA.

"Semua perusahaan penerbangan di Indonesia mengurangi jumlah pesawat karena penerbangan sekarang ini sebagian besar ngga bisa cukupi kebutuhan operasional mereka. Yang terjadi saat ini, jumlah pesawat beroperasi sangat sedikit, contoh Garuda Indonesia yang biasa mengoperasikan 142 pesawat, sebelum PPKM operasional hanya 41-42 pesawat," jelas Edwin dalam RDP bersama Komisi VI DPR RI, Kamis (2/9/21).

Baca Juga:
Pesawat Boeing 787 LATAM Airlines Terjun Bebas, Penumpang Terlempar dari Kursi hingga 50 Terluka

Pesawat yang tidak beroperasi ini dikembalikan kepada lessor atau perusahaan persewaan. Selain Garuda, banyak maskapai lain melakukan langkah serupa.

"Begitu pun terjadi di Citilink, walau Citilink ngga begitu berdampak dari jumlah penerbangan sebelum PPKM, tapi dengan PPKM akan memperberat posisi Citilink," sebut Edwin.

Baca Juga:
Hilangnya Pesawat Smart Aviation, Diduga Jatuh di Area Pegunungan

Pengurangan jumlah pesawat secara signifikan ini akan berdampak pada recovery. Sesuai proyeksi The International Air Transport Association (IATA), diperkirakan penerbangan domestik Indonesia akan recovery pertumbuhan 2022 dan seterusnya akan mengalami kekurangan jumlah pesawat dan ini akan berlanjut.

"Memang orang bilang nice problem karena demand lebih banyak dari suplai, tapi kalau nggak segera investasi untuk mencukupi ini maka akan terjadi ekonomi crash. Kalau estimasi perhitungan kami internal tim memang tim kami hitung di 2022 akan ada gap 19 juta penumpang yang nggak terlayani untuk domestik di 2022 dan akan meningkat 25 juta di 2023 sampe 2024," jelas Edwin.

"Artinya recovery penerbangan sektor aviasi dan pariwisata akan terhambat jika ga ada investasi penambahan pesawat mulai tahun depan, karena banyak pesawat dikelmbalikan ke lessor," lanjutnya.(amt/sumber:cnbcindonesia.com)