KNKT Sebut Angkutan ODOL Membahayakan Keselamatan Penyeberangan

  • Oleh : Naomy

Sabtu, 31/Des/2022 12:56 WIB
Pelabuhan Merak (dok) Pelabuhan Merak (dok)


JAKARTA (BeritaTrans.com)  - Penerapan kebijakan zero ODOL yang mengatur tentang pelarangan truk over dimension over loading (ODOL) akan mulai dilaksanakan efektif oleh Kementerian Perhubungan pada tahun 2023.

Kebijakan tersebut sempat tertunda lama dan menimbulkan pro kontra yang berkembang di masyarakat. 

Baca Juga:
KNKT-ITS Gelar Simposium Keselamatan Pelayaran Nasional

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sendiri sejak tahun 2019 sudah menyoroti permasalahan ODOL dengan mengeluarkan masukan kepada beberapa instansi di antaranya Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN, Kementerian Perindustrian, dan Sekretariat Kabinet.

"Dari sisi keselamatan transportasi, KNKT melihat pengoperasian truk ODOL ini selain berpotensi menimbulkan kecelakaan di jalan raya, ternyata juga membahayakan angkutan penyeberangan," tutur Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono, Sabtu (31/12/2022). 

Baca Juga:
Tingkatkan Keselamatan Pelayaran Tradisional, KNKT Soroti Kebutuhan Kredit Usaha Nelayan

Dari catatan KNKT, ditemukan beberapa kecelakaan yang menjadikan kendaraan ODOL sebagai salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan di kapal.

Beberapa kecelakaan tersebut di antaranya Tenggelamnya Windu Karsa di perairan Kolaka, 27 Agustus 2011, Tenggelamnya Rafelia 2 di perairan Selat Bali, 4 Maret 2016, Kandas dan Tenggelamnya Lestari Maju di perairan Selat Selayar, 3 Juli 2018, Patahnya pintu rampa Nusa Putra, Merak, 27 Desember 2018.

Baca Juga:
KNKT Sebut Asap Kontribusi Kecelakaan Tol Pejagan-Pemalang

Tenggelamnya Bili, Sungai Sambas, 20 Februari 2021, Tenggelamnya Yunicee di Perairan Selat bali, 29 Juni 2021, dan kejadian terakhir adalah Terbaliknya Satya Kencana III, di Pelabuhan Kumai, 19 Oktober 2022.

Dalam kasus Tenggelamnya Kapal Yunicee yang mengakibatkan korban meninggal 11 orang meninggal dan 13  orang hilang, ditemukan salah satu faktor yang berkontribusi adalah saat kapal bertolak dari Pelabuhan Penyeberangan Ketapang, jumlah muatan telah melebihi kapasitas (overload).

Dengan begitu benaman kapal (draft) mendekati geladak kendaraan. 

"Temuan KNKT dalam proses investigasi jumlah muatan berlebih tersebut salah satunya juga diakibatkan dari pengangkutan truk ODOL," ungkapnya.

Pengaruh ODOL terhadap angkutan penyeberangan ini sendiri bila dikaitkan dengan sarana yang ada ternyata juga sangat berkaitan. 

Keberadaan ODOL di kapal berpotensi menyebabkan kerusakan pada struktur pintu rampa, geladak kapal dan juga nosel alat pemadam. 

Tinggi muatan juga bisa menyebabkan radius sprinkler sembur menjadi tidak efektif. 

"Dan yang tak kalah membahayakannya adalah jarak antarkendaraan di geladak kendaraan semakin pendek. Hal ini menyebabkan kesulitan akses bagi awak kapal pada saat melakukan penanganan kebakaran," ujar dia.

Dari sisi angkutan penyeberangan dalam hal ini kapal angkutan ODOL akan memengaruhi berkurangnya kemampuan daya angkut kapal dari sisi jumlah unit kendaraan yang masuk. 

Pada garis sarat yang sama, jumlah unit kendaraan berkurang karena berat kendaraan per unit sudah melebihi batas. 

Soerjanto bilang, meningkatnya dimensi kendaraan membuat kapasitas angkut ruangan geladak kendaraan semakin berkurang. Selain itu pemuatan kendaraan di atas geladak menjadi semakin rumit dikarenakan ukuran kendaraan yang semakin besar. 

Akibat dari kondisi ini, operasional di pelabuhan akan semakin lama.

Terkait dengan keselamatan kapal, kecenderungan pemuatan kapal melewati garis sarat maksimum  menyebabkan berbagai gangguan pada operasional kapal diantaranya olah gerak (terutama pada saat cuaca buruk), stabilitas kapal, meningkatnya kemungkinan untuk gelombang masuk ke dalam kendaraan. 

Di lapangan, truk ODOL cenderung melindungi muatannya dengan penutup berlapis. Hal ini menyebabkan pengawasan terhadap isi muatan mejadi semakin sulit. 

"Ditambah dengan tidak adanya deklarasi secara akurat manifest muatan yang dibawa kendaraan ODOL," timpalnya.

Terkait kebijakan Zero ODOL ini sendiri, KNKT tentunya sangat mendukung. Terlebih bila dikaitkan dengan upaya peningkatan keselamatan transportasi. 

Soerjanto menyatakan, pelaksanaan kebijakan ini harus dilaksanakan secara komprehensif dan butuh koordinasi dengan segala pihak. 

"ODOL ini menurut saya tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian perhubungan. Saya melihat ada keterlibatan dengan kementerian kementerian lainnya seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian PUPR, Kementerian Perindustrian, Kementerian BUMN, bahkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga berpartisipasi dalam kaitannya dengan edukasi pada masyarakat. Dalam implementasinya tentunya tidak bisa dilaksanakan serta merta karena akan berpengaruh pada sektor-sektor yang lain. Harus ada tahapan-tahapan pelaksanaannya," bebernya.  

ODOL ini bisa dikatakan sudah menyebabkan korban jiwa selain kerusakan sarana dan prasarana. 

Dia melihat ini tidak bisa diselesaikan secara singkat, yang terpenting roadmap Zero ODOL selama lima tahun ke depan dilaksanakan secara konsisten. (omy)