Kapal Pengungsi Rohingya Tenggelam, 23 Tewas Ditemukan dan 30 Hilang

  • Oleh : Fahmi

Sabtu, 12/Agu/2023 06:02 WIB
Kapal pengungsi Rohingya tenggelam, 23 tewas dan 30 hilang. Foto/Ilustrasi Kapal pengungsi Rohingya tenggelam, 23 tewas dan 30 hilang. Foto/Ilustrasi

YANGON (BeritaTrans.com) - Setidaknya 23 mayat pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari negara bagian Rakhine Myanmar telah ditemukan setelah kapal mereka tenggelam.

Sementara itu, 30 lainnya masih hilang dan delapan orang dilaporkan selamat dari kecelakaan itu.

Baca Juga:
Kapal LCT Bora V Tenggelam di Sulut Sudah Ditemukan, 10 Orang Selamat, 2 Meninggal dan 6 Masih Hilang

Muslim Rohingya adalah etnis minoritas di Myanmar yang mayoritas beragama Budha. Banyak dari mereka melarikan diri ke Bangladesh pada tahun 2017 untuk menghindari kampanye genosida yang diluncurkan oleh militer Myanmar. Mereka yang tersisa di Myanmar juga berusaha melarikan diri sejak kudeta militer pada 2021.

Setiap tahun ribuan orang Rohingya melakukan perjalanan laut yang berbahaya ke Malaysia atau Indonesia.

Baca Juga:
Kemenhub Fasilitasi Serah Terima Hak dan Asuransi Kematian Awak Kapal Korban di Mauritius

Para penyintas mengatakan mereka berusaha untuk mencapai Malaysia ketika kapal mereka yang membawa lebih dari 50 penumpang kandas dan ditinggalkan oleh awaknya pada hari Minggu.

Mereka melarikan diri dari penganiayaan di Myanmar dan kamp pengungsi yang penuh sesak di Bangladesh.

Baca Juga:
Tim SAR Gabungan dari Kemenhub, Basarnas dan TNI-Polri Temukan 2 Korban Kapal Dewi Indah Noor 1 yang Tenggelam di Perairan Kepulauan Seribu

"Mereka yang meninggal minggu ini termasuk 13 wanita dan 10 pria, semuanya Muslim Rohingya," kata tim penyelamat seperti dikutip dari BBC, Jumat (11/8/2023).

Orang-orang yang selamat dari kapal yang tenggelam minggu ini terkena gelombang besar di dekat ibu kota Rakhine, Sittwe.

Mereka mengatakan para penyelundup, yang telah dibayar sekitar USD4.000 per orang untuk perjalanan ke Malaysia, kemudian meninggalkan kapalnya. Mayat para korban telah dijemput oleh perahu lain, atau terdampar di pantai.

Perjalanan panjang melintasi Laut Andaman dengan perahu nelayan yang penuh sesak selalu berbahaya, tetapi terutama pada saat-saat seperti ini, di puncak musim badai monsun.

Sebagian besar pengungsi Rohingya berusaha menyeberang antara bulan Oktober dan Mei.

Mereka bersedia mengambil risiko - dan seringkali menjual satu-satunya aset mereka, seperti tanah, untuk mendanai perjalanan - karena kondisi yang sangat suram di mana mereka terpaksa hidup, baik sebagai pengungsi di kamp-kamp yang sangat padat di perbatasan Bangladesh, atau mengalami diskriminasi dan pembatasan pergerakan di Myanmar.