Mobil Bekas Makin Hancur-Hancuran, Pedagang Banting Harga!

  • Oleh : Redaksi

Kamis, 22/Jul/2021 20:02 WIB
Penjualan Mobil Bekas. Foto: CNBCIndonesia.com. Penjualan Mobil Bekas. Foto: CNBCIndonesia.com.

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Penjual mobil bekas harus menggunakan strategi baru dalam berjualan di situasi pandemi Covid-19. Agar bisa bersaing, pedagang menurunkan harga tak masalah meski untung tipis. Cara ini dilakukan demi bisa menarik perhatian calon konsumen dengan strategi "jual cepat".

"Harga diturunkan, saya nggak mau terlalu tinggi karena kondisi gini yang penting berputar. Untung-untung tipis lepas lah biar operasional bisa tertutupi, itu kalau strategi jual," kata Andi Supriadi, pemilik showroom mobil bekas, Jordy Mobil di MGK Kemayoran kepada CNBC Indonesia, Kamis (22/7/21).

Baca Juga:
Dorong Peningkatan Laba, Jasa Raharja Maksimalkan Strategi Internal dan Eksternal Perusahaan

Untuk penurunannya bergantung pada jenis mobil, jika harganya tergolong mahal maka penurunannya bisa dalam. Namun, sebaliknya jika harga mobil tidak terlalu tinggi, maka penurunannya pun tidak jauh.

"Yang seperti Honda HRV 2017 buka Rp 225 juta, saya turun Rp 9 juta jadi Rp 216 juta. Ya udah jual cepat aja karena kalau melihat harga diturunkan respons lumayan bagus," jelas Andi.

Baca Juga:
Mobil Bekas Kena PPN 1,1 Persen per 1 April 2022

Di situs jual beli online seperti OLX hingga Mobil 123, harga Honda HR-V 2017 memang di atas Rp 200 juta. Namun, tidak sedikit yang menjualnya di kisaran Rp 235 juta, Rp 245 juta hingga Rp 292 juta. Semua mobil tergantung pada kondisi, baik eksterior, interior, mesin, kelistrikan dan faktor lainnya.

Andi mengaku tidak memilih-milih mobil yang akan dijual kepada calon konsumen. Jika ada penawaran untuk membeli mobil dari tangan pertama dengan harga menarik, maka bakal diambil, kemudian dijual lagi dengan harga yang cenderung miring dari pasar. Misalnya baru-baru ini baru saja menjual mobil Eropa Mercedes Benz yang tergolong murah.

Baca Juga:
Ekonomi Syariah dan Literasi Digital Dorong Kebangkitan di Era Pandemi

"Mercy C240 tahun 2002 cuma Rp 100 juta, mobilnya siap pakai karena customer saya tahun lalu ketika beli langsung masukkan bengkel restorasi, total habis Rp 40 sampai Rp 50 juta, jadi siap pakai. Kemudian velg beli Rp 12 juta, head unit Rp 10 juta. Jadi biaya restorasi hampir setara harga mobilnya, tapi sudah sudah laku terjual," sebutnya.

Selain Banting Harga

Penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) memaksa pedagang mobil bekas untuk berputar otak agar transaksi tetap berjalan. Pasalnya, showroom tempat berjualan saat ini harus ditutup, sehingga penjualan hanya bisa melalui online.

"Semua online, misal pakai mobil123 dan OLX yang premium, itu saja yang digencarin. Jadi konsumen setelah cari lama misal halaman 20 keluar, halaman 40 keluar lagi. Kalau benar-benar serius cari, mereka juga jadi dan nemu di kita," kata Andi Supriadi.

Semua unit mobil bekasnya saat ini memang tersimpan di showroom, namun bukan berarti kegiatan bisnisnya mati total. Meski showroom tutup, namun ketika ada konsumen mencari maka unit akan dibawa ke rumah untuk pengecekan lebih lanjut. Namun, tetap showroom tetap tidak ada kegiatan jual beli.

"Selama ini kita nggak ada subsidi dari pemerintah atau mana-mana. Kalau nggak (ada penjualan), bayar tempat pake apa, kan mahal," sebutnya.

Biaya tempat menjadi biaya tetap yang besar bagi pengusaha mobil bekas, namun misalnya ada penurunan penjualan pun tidak ada bantuan apa-apa dari Pemerintah. Sementara biaya sewa yang mahal tetap tidak bisa digunakan ketika masa PPKM. Pemerintah menutup sektor non kritikal demi menghindari penyebaran Covid-19

"Di showroom nggak ada kluster. Orang datang nggak bergerombol, satu-satu atau berdua liat mobil, kalau bisa buat apa sih ditutup malah bikin ekonomi (jatuh). Kalau mau ditutup, tutup total seminggu atau 10 hari, benar-benar nggak ada kegiatan apa-apa, lebih bagus daripada seperti ini," katanya. (dn/sumber: CNBCIndonesia.com)